018. JEPANG

5.1K 832 62
                                    

Jepang adalah negara tujuan Minho dan Jisung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jepang adalah negara tujuan Minho dan Jisung. Ya, setidaknya nama negara itulah yang tertulis di tiket pesawat mereka.

Keduanya kini sudah duduk tenang di dalam pesawat. Di ketinggian entah berapa ribu kaki dari permukaan laut, Jisung tampak tidak bosan menatap gumpalan putih awan dari balik kaca jendela. Sesekali, tersenyum lebar dan dekatkan wajah pada jendela saat lihat awan dengan bentuk-bentuk lucu yang ia kenali.

“Ih, kayak kepala Dora.”

Sementara Minho justru sibuk pejamkan kedua mata. Beristirahat sejenak karena malam tadi harus lembur kerjakan beberapa dokumen penting sebelum terbang ke Jepang. Ingin sekali Minho menyalahkan si Mama. Sayang, Minho takut dikutuk jadi batu.

Jisung menguap kecil. Tiga puluh menit menatap hamparan langit biru, Jisung bosan juga lama-lama. Beruntung, pramugari pesawat hampiri kursi mereka untuk tawari makanan ringan. Jadilah Jisung kini sudah mengunyah sandwich dengan segelas susu coklat.

Selesai dengan acara makan sendirinya—karena Minho masih terlelap, Jisung pun perlahan pejamkan kedua mata lalu sandarkan kepalanya ke jendela pesawat.

DUGH!

“Aw! Sialan!”

Kepala Jisung kena pentok jendela. Cukup keras karena guncangan dari pesawat yang dinaikinya. Ia mengerucutkan bibir, usap-usap pelipisnya yang terasa nyeri.

Tanpa ia sadari, Minho sudah terbangun karena rutukan keras Jisung tadi. Beruntung mereka duduk di kursi first class, jadi tidak banyak yang dengar seruan Jisung.

“Kenapa Ji? Jangan berisik ah,” ujar Minho malas sambil usak kasar rambut cokelatnya.

“Kok gue! Nih jendelanya! Kepentok tau. Sakit,” adu Jisung masih usapi kepalanya. Kalau ini samsak tinju, sudah Jisung pukul sejak tadi. Sayang, jendela pesawat terlalu sakit kalau dipukul.

“Kok bisa kepentok?”

“Ya kan gue nyender. Ngantuk, pengen tidur.”

“Hadeh.”

Minho bergumam pelan lalu kembali pejamkan mata. Meski begitu, tangan Minho sudah raih kepala Jisung untuk ia sandarkan pada bahu bidangnya.

“Tidur nyender gue aja.”

Jisung hanya diam bersandar pada bahu Minho sementara otaknya justru sibuk berperang. Menimbang-nimbang apakah ia harus tidur dalam kondisi bersandar pada Minho atau memaksa dirinya untuk tetap terjaga saja.

Jisung bisa rasakan tangan Minho yang satu lagi bergerak mengusap kepalanya, seolah tawarkan rasa nyaman agar Jisung lekas melaju ke alam mimpi.

Jisung kan jadi makin galau. Ingin tetap bersandar, tapi masih ingat kejadian Minho mabuk. Ingin tetap terjaga, tapi ya ngantuk. Ah, salahkan Minho dan hati lemah Jisung yang baper karena kejadian malam itu. Tupai manis itu tidak mau kena harapan palsu lagi.

MINSUNG: MARRIED BY CONTRACTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang