015. DAY OFF

5K 815 63
                                    

Jam ruang tengah sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi. Saat Jisung keluar dari kamarnya, pemandangan Minho yang tengah duduk santai di sofa ruang tengah dengan pakaian tidur melekat di tubuh adalah satu hal yang pertama kali menyapanya.

Tumben? Hari ini masih hari kerja, padahal. Biasanya, saat Jisung bangun untuk berangkat kuliah pagi saja, Minho sudah siap atau bahkan sudah pergi kerja duluan.

Wow, hari ini sangat langka.

"Kak?" Linglung. Jisung melangkah sambil memanggil nama Minho beberapa kali. Berusaha memastikan bahwa lelaki di hadapannya benar-benar Minho atau hanya sebatas khayal.

"Apa?"

Oh, benar Minho ternyata. Jisung duduk di samping Minho, tanpa jarak, lalu menyandarkan punggung ke sofa. Kedua manik bulatnya mengerjap lucu, menahan kantuk yang jelas masih mendominasi. Tangan kanan Jisung bahkan bergerak untuk mengusap-usap mata kanannya.

Sementara Minho tidak ambil pusing dengan kehadiran Jisung yang duduk menempel padanya. Ia sudah terbiasa dan tidak ada lagi canggung di antara mereka. Minho dan Jisung sudah seperti teman dekat sekarang.

"Ngantuk."

"Tidur lagi."

"Mau kuliah."

"Ini Jum'at, Ji. Lo libur."

Ah, iya. Benar juga. Jisung angguk kecil setelah akhirnya sadar. Ia mengerjap singkat lalu tatap Minho dengan pandangan bertanya.

"Kok lo gak kerja?"

"Gue libur hari ini. Cuma malem  nanti mau ketemu orang."

"Oh."

Minho kini mengalihkan pandangan pada yang lebih muda. Tangan kanannya terangkat, merapikan surai tebal Jisung yang tampak berantakan karena baru bangun tidur. Ia juga akhirnya menyadari kalau Jisung tengah menggunakan hoodie abu kebesaran yang Minho belikan tempo hari.

Menggemaskan.

"Hoodie-nya bagus."

"Enak. Anget gitu, Kak."

Minho turunkan lagi tangan kanannya. Kini meraih ponsel lalu tunjukkan satu foto ke arah Jisung.

"Mama kemarin kirim gue ini. Lo ketemu Mama?" tanya Minho kembali memulai percakapan.

Jisung mengangguk kecil. Memang benar ia menemui Mama Lee kemarin. Wanita paruh baya itu terus-terusan mengajak Jisung untuk bertemu. Mau tak mau, Jisung iyakan permintaannya kemarin. Tidak enak juga kalau ditolak terus 'kan?

"Iya. Mama lo ngajak mulu dari tiga hari lalu. Gue nggak enak mau nolak."

Minho menghela napas. Sepertinya, Mama Lee terlalu menyukai Jisung sebagai menantunya. Setiap dua minggu sekali, wanita itu pasti meminta Minho untuk antarkan Jisung ke rumah keluarga Lee. Haduh, bahkan Minho saja tidak disuruh pulang sesering itu.

"Sorry ya Mama gue repotin lo terus."

"Haha, iya santai. Lagian ngobrol sama Mama lo seru."

"Kayaknya dia udah sayang sama lo deh, Ji."

Jisung tertegun. Kedua manik bulatnya menatap Minho dengan pandangan kaget juga bingung. Mama Lee menyayanginya? Jisung pikir wanita itu hanya sebatas ingin dekat saja dengan Jisung.

"S-sayang?" tanya lelaki manis itu memastikan yang disambut anggukan dari Minho. "Iya, gak berasa emangnya? Gue liat aja udah sadar."

Wah, Jisung jadi terharu. Memang ia sudah menganggap Mama Lee sebagai ibunya sendiri. Sudah lama sekali sejak Jisung bisa rasakan kehangatan dari sosok yang ia panggil dengan sebutan mama. Dan kehadiran Mama Minho cukup menebus seluruh rasa rindu yang Jisung miliki.

"Hehe, jadi seneng. Berasa punya Mama lagi."

Minho tersenyum simpul sebelum kembali berujar tanpa pikir panjang, "Lo bisa anggep dia Mama lo kok, Ji."

"Beneran?"

"Iya."

"Tapi... kan... kita cuma kontrak, Kak?" ujar Jisung mengungkapkan keraguannya. Lelaki tupai itu bisa lihat kalau sekarang Minho tampak kaget dengan perkataannya. Ah, sepertinya Jisung salah omong deh.

Hening menyelimuti keduanya, sibuk dengan pemikiran masing-masing. Diam-diam, hati dua anak adam itu sedikit tercubit. Menyadari fakta kalau semua hidup mereka sekarang nyatanya hanya bersifat sementara berdasarkan tanda tangan di atas kertas.

Tanpa mereka sadari, kehadiran yang lain sudah mulai memberikan arti dan perasaan lain di hati keduanya.

Mereka sudah terbiasa.

Terbiasa makan berdua,
terbiasa disambut saat pulang ke rumah,
terbiasa dengan pesan-pesan singkat dengan selipan khawatir tersirat.
Simpelnya, mereka sudah terbiasa dengan kehadiran satu sama lain.

Dan entah apakah mereka bisa lalui lima bulan tersisa tanpa tumbuh rasa lain. Semuanya masih jadi misteri.

"Gak usah dipikirin dulu. Lima bulan masih lama, liat aja nanti," final Minho pada akhirnya.
Tidak ingin suasana canggung berlangsung lebih lama, Minho pun mengalihkan topik pembicaraan.

"Sarapan di luar yuk? Laper gue."

"Hehe ayo! Gue ganti baju bentar."

Jisung pun bangkit lalu lari kecil menuju kamarnya. Tanpa tupai manis itu sadari, sepasang manik gelap menatap kepergiannya dengan tatapan yang sulit diartikan.

'Apa salah kalo gue mulai sayang sama lo, Han Jisung?'

.

.

.

"Udah mau pergi, Kak?" Satu tanya terlontar dari mulut Jisung saat ia dapati Minho keluar dari kamar dengan kemeja biru tua dan celana kulit melekat di tubuh. Dilihat dari penampilan lelaki itu, Jisung bisa tebak kalau Minho pergi bukan untuk pertemuan bisnis.

Mungkin, bertemu teman? Atau kekasih? Jisung tidak ingin pikir lebih jauh.

"Iya. Gue tinggal gapapa kan? Bakal malem gue pulangnya. Nanti tidur duluan aja gak usah ditunggu."

Jisung anggukkan kepalanya, tanda bahwa ia paham maksud yang lebih tua. Toh, siapa juga yang mau tunggu Minho.

"Selama lampu nyala, berani gue."

"Oke! Gue cabut ya." Minho berujar sambil melangkahkan kaki menuju pintu keluar.

"Have fun, Kak Minho!"

.

.

.

Hai!!!!! <3

Maaf pendek buat chapter ini! Next chapter lebih panjang pasti.

MINSUNG: MARRIED BY CONTRACTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang