"Zill?"
Zilla menoleh, mendapati Elang berdiri 4 meter darinya. Dia tersenyum tipis. Senyum tipisnya menggambarkan keadaan hatinya sekarang. Berantakan.
Angan angannya terlalu tinggi, dia pikir saat Elang mengatakan jika dia akan dijodohkan. Itu hanya prank, karena beberapa minggu lagi ulang tahunnya akan datang.
Tapi ternyata semua memang benar, bukan prank, maupun lelucon. Hatinya sakit, moodnya memburuk akhir akhir ini.
Melihat Elang tepat didepan matanya membuat hatinya semakin terkoyak. Untuk menyembuhkan luka ini, dia harus menghindari Elang untuk beberapa waktu. Sampai pertunangan Elang dengan Lala berlangsung.
"Gue boleh ngomong sama lo? Cuma sebentar kok." Zilla mengangguk, dia diam membisu. Dia tidak mau Elang mendengar suara seraknya karena menahan tangis.
"Lo bener bener maafin gue, kan?"
"Kenapa enggak?" Zilla tersenyum manis, sementara Elang diam karena mendengar suara serak Zilla.
"Gue jahat banget ya udah bikin lo nangis?" tanya Elang merasa bersalah.
Zilla menggeleng, bagaimanapun itu. Ini bukan salah Elang, tapi ini adalah salahnya sendirin karena terlalu berharap.
"Kalo mau marah, atau benci sama gue, silahkan. Gue emang pantes lo benci, Zill." Elang mendekat ke arah Zilla, yang diam membisu.
Bibir kecil itu terangkat ke atas membentuk sebuah senyuman, dan kemudian kepala gadis itu menggeleng pelan. "Udah gue bilang. Ini bukan salah lo, Lang."
"Gue nangis karena gue emang lagi kepengen nangis, bukan karena lo."
Elang menghela nafas, dan mengangguk. "Lo.... dateng kan ke acaranya?"
Zilla menggeleng pelan sambil menyengir lebar. "Gue ada reuni, hehe."
"Reuni apa? Sama siapa?" tanya Elang sedikit kecewa.
"Sama mantan mantan gue dulu, mau damai."
"Cowok dong?" Wajah Elang menjadi kaku, dan masam.
"Yaiyalah cowok. Lo kira gue lesbi sampe punya mantan cewek?!" Wajah Zilla berubah menjadi galak, membuat Elang terkekeh geli.
"Ya ga gitu maksudnya." Elang membalikkan badannya untuk keluar. "Gue kira lo bakal dateng.. tapi gapapa deh, do'a in aja acaranya lancar, ya. Semoga gue gak kabur, terus nyulik lo buat gue ajak kawin lari," ucap Elang sedikit serius namun dengan nada yang seolah olah itu hanya candaan.
Zilla tertawa pelan. "Iya gue doain lancar acaranya, sono keluar. Gue mau nyantai!"
*****
"Mikirin apa sih?"
Audie mengalihkan pandangannya, menatap Refan sebentar. Kemudian kembali memandang langit senja.
"Gangster."
"Ada masalah?" tanya Refan, dia berjalan mendekat dan berdiri di samping Audie.
"Engga, sih. Cuma gue terlalu mikirin, gangster gue mau diurus siapa setelah gue ga ada."
Refan menatap Audie dengan tatapan bingung. "Jadi dari tadi lo cuma mikirin ini?"
Audie menggeleng. "Ini bukan masalah sepele, Fan. Gue juga harus mikir gimana nasib gangster gue dimasa depan."
"Lo punya orang yang paling lo percaya, kan? Satya misalnya."
"Bang Satya gamau jadi leader, dia takut ngelakuin kesalahan fatal. Dia lebih milih jadi anggota inti, dari pada jadi pemimpin," jawab Audie dengan nada santai. Namun dihatinya, dia gelisah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Audie is the Queen
Teen FictionHIATUS Cerita ini bukan untuk diplagiat. [FOLLOW SEBELUM MEMBACA, JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN] Tentang kehidupan seorang gadis bernama Audie. Hargai jika ingin dihargai. Start: 26 Mei 2020