Bab 14 | Paparazi

15K 2.1K 53
                                    

Yo. Saya up.

Hehehe, sesuai janji, up setelah 50 vote di bab sebelumnya. Hohoho~

Oke met baca :)

Typo(s)

"Mama? Jajan?"

Syakilla tersenyum kecil. "Nanti, ya? Kita ketemu dulu sama Papa—" tiba-tiba merasa ternggorokannya tercekat. Dia berdehem, belum terbiasa. "Ekhm, Papa kamu."

Mulut mungilnya terbuka lebar. Bayi delapan bulan itu tertawa. "Papa~"

Sudah masuk jam istirahat sejak dua menit lalu. Syakilla tak bisa membuang waktu agar bisa segera bertemu dengan Azka. Dia khawatir, pembicaraan mereka akan panjang seperti sebelumnya. Lalu dia akan tertinggal mata pelajaran berikutnya.

Lebih baik tidak jajan daripada tidak belajar.

Syakilla murid teladan.

Hari ini Killa tidak membawa front carrier tosqa-nya. Gadis itu berpikir, dia akan menumpang mobil Azka mulai sekarang. Tidak perlu repot berjalan jauh yang selalu sukses menyusahkan diri ataupun membuat Kiel tidak nyaman. Lagipula, memasukkan dan mengeluarkan Kiel terus-menerus setiap kali dia duduk ataupun harus beraktivitas cukup merepotkan juga. Ditambah bayi itu juga mulai tampak tak suka. Jadi, menggendong Kiel secara langsung begini akan lebih leluasa beraktivutas.

Hanya saja, tangannya jadi semakin mudah kebas. Rasanya Kiel tumbuh semakin berat setiap detiknya.

Tapi setidaknya dia tidak mudah rewel. Diberi camilan kukis kelapa saja sudah anteng. Seperti sekarang.

"Killa!"

Gadis yang terpanggil berhenti. Di koridor itu, dia menoleh dan mendapati seorang cowok jangkung mendekat.

"Kenapa, No?"

"Sorry, gue pengen nanya," tangan cowok tinggi itu mengusap tengkuk. "Waktu lo buat Makalah Bab Perekonomian Internasional, lo ambil referensi dari mana?"

Mata arang berkedip sesaat. "Ah, itu... kalau nggak salah, buku paket ekonomi Alam S. terbitan Erlangga."

"Lo pinjem di perpus?"

Syakilla mengangguk. "Lebih tepatnya, perpusda. Bukunya keluaran lama, bukan dari kurikulum sekarang. Jadi agak susah nyarinya."

Cowok yang menghampiri tadi mengangguk sekilas. Dia tersenyum lima jari. "Ah, pantesan gue muter di perpus tetep gak ketemu-ketemu."

"Emangnya kenapa, No?"

Rino nyengir. "Bu Eka bilang makalah lo yang paling baik. Gue disuruh nanya-nanya ke lo."

"Loh," gadis itu mengeryit, "bukannya masa expired tugasnya udah dari dua minggu lalu ya?"

"Eum, ya... begitu..." Rino lagi-lagi mengusap tengkuknya. Memastikan gadis lawan bicara memahami maksud terselubung.

"Iya, aku ngerti." Syakilla tertawa ramah sekali. "Kalau gitu, aku duluan ya, No."

Si cowok kembali menyungging lebar. Dia mengangguk sesaat sebelum Syakilla membalik tubuh dan menjauh. Sedang dia tertawa dan menuju arah berlawanan.

***

Pada dasarnya, kebiasaannya memang tidak terlalu suka ada di keramaian. Waktu istirahat begini lebih banyak dihabiskannya di kelas. Atau kalau sangat lapar akan ke kantin secepat dia bisa dan makan di tempat sepi. Jadi, menunggu di tempat yang hening seperti ini tak masalah.

Tetapi gadis itu terlalu lama. Azka sudah hampir lima menit di sana dan calon Isteri mungilnya itu belum jua muncul. Padahal masa istirahat mereka hanya sepuluh menit. Break berikutnya ada di pukul dua belas kelak.

90 Days, Education Of Being ParentsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang