Jekardah hari ini lebih rame ya? Up edisi macet dan kelaparan di malam minggu :)
3k words. Mual-mual dah tuh.
Hepi reding ges ^,^
Syakilla diam. Matanya lurus menancap ke dua bola mata itu. Bola mata yang saat pertama kali menyapanya, tersenyum manis dengan cahaya lembut matahari. Berubah menjadi badai petir dan sekarang sekering padang pasir. Dikesampingkan sejenak sekelebat bayangan menakutkan, dan memberi senyum sopan sambil menunduk. Kemudian Syakilla memlih pamit dari sana.
Katakan masih ada pecahan perasaannya yang tak nyaman begitu dia di dekat Andre. Melihat Andre menggunakan seragam yang sama, dan duduk di kelas Azka, mustahil Syakilla tidak menyadari sesuatu.
Tapi mari sirami hati dengan pemikiran positif. Sekolah ini bisa dimasuki siapapun.
Namun sambil meremas jari-jari tangan, Syakilla menuruni anak tangga. Tenggorokannya sedikit kering.
Tiba-tiba pundaknya terasa berat. Kalau bukan karena aroma segar yang dihapalnya tiba, Syakilla mungkin sudah lari.
Terang saja, sebuah tangan nelingkari pundaknya. Ternyata Azka mengikuti. Dengan bibir sedikit terbuka, terpampang wajah bertanya.
"Kakak kenapa keluar?"
Sorot cokelat bercahaya menjawab. "Makan siang. Bareng."
***
Bukan ke kantin. Bukan juga ke taman.
Azka menyeretnya ke belakang gedung perpustakaan. Tempat yang sepi dan sunyi. Orang di dalam perpustakaan pun tidak akan tahu apa yang terjadi di sini mengingat ruangan dibuat kedap suara.
Meski di bagian paling terisolasi, tempat ini tetap terawat dengan banyaknya tanaman hias tumbuh subur. Syakilla melihat bunga berwarna ungu mekar berjejer di hadapannya ketika Azka membuka kotak bekal. Bagian atas berisi tumis sayuran dan telur dadar ketika kotak bawahnya berisi nasi cukup banyak.
Azka mengambil sendok dan mulai menyuap makan siangnya.
"Aku takut Kiel nunggu."
Ucapan Killa yang tiba-tiba membuat Azka menoleh. "Lo titipin ke temen lo kan?"
"Mhm, tapi takutnya nyariin aja kalau kelamaan."
"Gak bakal." Dalam kalimat tersebut terselip nada jengah. "Mereka satu spesies."
Benar juga. Syakilla menyambutnya dengan tawa. Entah bagaimana dalam beberapa kesempatan Kiel dan Mia memang lumayan mirip. Omongan ngaur serta intimidasi ugal-ugalan, pun dengan raut bertanya yang murni dan sederhana. Killa jadi khawatir orang-orang akan lebih percaya Kiel adalah anak sahabatnya alih-alih anaknya.
Riak wajah Syakilla kaget begitu ujung sendok stainless menyentuh bibir disertai dengan satu titah dari seseorang.
"Buka."
Tangan Azka menggantung dengan sendok terisi nasi dan sepotong wortel.
"A-aku, bawa bekel sendiri kak."
Setelah insiden dia yang tak sengaja memanggil Azka di hadapan bapaknya kemarin, Syakilla dimarahi habis-habisan oleh ayahnya. Mungkin karena Diki adalah orang Jawa asli dan menganggap panggilan 'mas' memang panggilan yang baik untuk laki-laki yang lebih tua, atau bahkan pasangan.
Dan di mata orang itu, Azka tidak layak.
"Lo kira gue gak tau temen lo itu sering begal makan siang lo?"
Hidung Syakilla mengkerut. Itu adalah kebiasaan Mia memang. Tapi cewek itu juga sering memberikan Mia jajanan yang dia beli. Katakan saja mereka saling berbagi makanan walau porsi yang Mia habiskan bisa lebih besar darinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
90 Days, Education Of Being Parents
Teen Fiction"Aku dan Kamu, punya seorang bayi untuk 90 hari ke depan." *** Syakilla Rahayu si siswi SMA sederhana, seketika berubah kelimpungan saat mendapati alat aneh di kamarnya. Sebuah benda asing yang ternyata menghubungkannya dengan seorang Kakak kelas me...