Bab 26 | Yang Masih Kecil

13.9K 1.8K 229
                                    

Susah yah buat scene yang bener-bener cuma terpaku sama Azka-Syakilla doang. Pada irit ngomong. Saya jadi ngerasa lebih banyak nulis narasi ketimbang biasanya.

Semoga tetep nyaman.

Typo(s)

"Cepet siap-siap."

Malam tenang begini, ditemani cemilan yang disiapkan art sebelum mereka pulang, terusik saat Azka masuk ke ruang keluarga sambil membawa jaket.

"Eum, kemana Kak?"

"IFLF."

Syakilla terpekur sebentar. Untuk apa mereka ke sana malam-malam begini? Masih pukul tujuh, sebenarnya. Dia, Kiel dan Azka baru saja usai makan malam. Beberapa ART menetap lebih malam untuk membereskan sisa makan malam dan baru meninggalkan rumah beberapa menit lalu.

Kiel tengah menatap gembira ke layar besar di depan. Menampilkan animasi bernyanyi lagu anak-anak. Dia bergerak semangat dalam kursi roda bayi biru mudanya. Berbalut jumpsuit cokelat motif jerapah hasil kerja keras kedua orang tuanya. Mengingat si gembul itu selalu kabur tiap kali Azka atau Killa berusaha menyelipkan pakaian di tubuhnya, masalah pada akhirnya terpecahkan ketika keduanya memilih bekerja sama.

Tetapi Syakilla segera mengumpulkan lagi fokusnya yang agak buyar dan pergi ke kamar. Dia mengambil jaket untuknya dan Kiel, meski si bayi terlihat cukup hangat dengan baju panjang tersebut. Melirik ke jendela, Syakilla menarik kaus kaki karamel dan segera memasangkannya di sepasang kaki mungil. Diluar hujan, jadi kemungkinan akan dingin. Lalu kemudian dibalut dengan sepatu bayi cokelat muda.

Beberapa menit berikutnya, Syakilla sudah mendapati dirinya dan dua pria berbeda usia di dalam mobil. Membelah gerimis di malam rabu dengan bulir air membuyarkan objek di luar jendela.

Jika mereka akan pergi ke kantor IFLF, pasti ada sesuatu penting yang terjadi. Kiel melenguh kecil di pelukannya. Nyaman dalam baby carrier tosqanya.

***

Mereka kembali ada di bilik silver ini lagi. Ketika Azka sibuk mengurus sesuatu, ponsel ungu Syakilla berdenting kecil.

'Kak, lagi apa?'

Pesan dari Ayahnya. Syakilla mengetik.

'Lagi di iflf pak'

'Sama azka?'

'Iya'

'Dia tanggung jawab kan sama kamu?'

Selalu itu yang ditanyakan. Jelas Syakilla paham maksud Ayahnya. Tapi, dia mulai jengah dengan kekhawatiran berlebih Diki.

'Iya pak'

'Dia kasih kamu makan?'

'Iya'

Kalau boleh jujur, makanan yang disajikan di rumah Azka bahkan jauh lebih mewah dari makanan di rumahnya. Itu memang bukan makanan luar negeri yang pasti asing di lidah Syakilla, masih makanan rumahan khas di Indonesia. Hanya saja cara pengolahan dan penyajiannya jauh lebih estetis dan mahal.

Pernah sekali Syakilla hampir menangis saat harus makan ayam betutut dan nasi kuning yang disusun sampai mirip seperti barisan bukit pasir mengkilap. Belum lagi dengan salad yang alih-alih menperlihatkan sayuran pada umumnya, justru lebih seperti kebun bunga di negeri dongeng. Orang awam sepertinya tidak tega menghancurkan makanan tersebut.

Hampir khilaf saat jiwa kampungannya merasuki hingga muncul niatan membungkus makanan tersebut dan membawa pulang. Biar keluarganya juga tahu rasa makanan sekelas restoran bintang lima itu seperti apa. Rasa malu dan pemikiran makanan tersebut basi sebelum sampai rumah, jadi pembatas tali rasional.

90 Days, Education Of Being ParentsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang