Bab 74 | Milik Kita

11.7K 1.5K 275
                                    

Aku lupa kadang masih kasih 'gue-lo' kalo Azka ngomong ke bininya. Abis vibe Azka tuh emang 'gue-lo' banget :,)

Aku juga baru ngitung lagi kalo ini ternyata udah day-68Kiel bersama mama-papa remajanya. Hitungannya tinggal 3 minggu lagi loh sama Azka-Killa. Otw say bye-bye ke si telur gulung. Bab ini ada di tanggal 11 feb (masih di hari yang sama seperti bab sebelumnya). Aku pengen buat kalendernya lagi tapi mager :,)

Mungkin suatu saat "suatu-saat" bakal aku revisi dan aku tambahin keterangan hari di tiap bab.

Happy reading :*

-+ 2,5k words dan setelah bikin potek hati anak orang kemaren sekarang bikin yang fluffy dulu ^^

"Jangan lari-lari, nanti jatuh!"

Bukan berlari, lebih seperti jalan terburu-buru. Menggunakan dua kaki pendek seperti kaki kepiting yang berjalan maju bukan miring. Awalnya Killa ingin membawa Kiel ke kafe luar sekolah untuk membeli beberapa makanan sambil menunggu Azka. Tapi rupanya si bayi punya rencana lain.

Tubuh bulatnya bergoyang-goyang menyusuri halaman samping sekolah. Sepi. Sebagian warga sekolah telah pulang. Hanya tersisa beberapa terutama yang sedang berkegiatan ekskul ataupun punya tugas seperti Azka.

Omong-omong, Syakilla baru ingat Azka sudah jarang masuk ekskul. Mungkin karena sudah jelas 3 dan sebentar lagi lulus. Hanya tinggal dua bulan. Syakilla sendiri tidak begitu aktif dalam ekskul apapun.

Tapi bicara soal keputusan Azka, Syakilla baru tahu dari Mia kalau Azka juga akan kuliah di Bandung. Sama seperti Gio. Cewek itu menguping pembicaraan kedua cowok tersebut di kediaman si kacamata.

Kenapa Mia bisa ada di sana?

Entahlah.

"Kiel, udah yuk, panas. Beli es krim yuk?"

Syakilla beruntung karena dompet Azka masih ada padanya setelah dia yang harus membayar makan siang mereka tadi, ditambah mi ayam dingin Mia yang merana di tong sampah.

"Ayo beli es krim Kiel."

Si bayi akhirnya berhenti berbalik. Senyumnya merekah. "Ngkim iyel~"

Desahan lega terbit kala Killa menunggu si gembul berlari balik padanya.

Tapi berhenti lagi.

Senyum Syakilla jatuh.

"Ungki ungki!"

Kiel belok ke kanan. Berlari menuju seseorang yang duduk di kursi sendirian sambil memainkan sesuatu. Saat sampai, segera melempar di ke satu kaki berbalut celana abu-abu.

Dipeluk kaki itu. Pipi tembam yang menempel di sana tersenyum. Kemudian Kiel meraih tangan seseorang.

Jari-jari kecilnya menggenggam satu jari telunjuk. Tertawa. Kursi panjang tersebut pendek kakinya. Hingga mudah bagi Kiel menggapai tangan orang lain yang sedang duduk.

Syakilla pun menghentikan langkah dengan perlahan. Sudah beberapa waktu Andre sekolah di sini dan selama itu juga, mereka minim komunikasi.

Kalau pun terjadi pasti ada pihak lain di sekitar mereka. Sore ini, Syakilla dapati dirinya sendirian hanya bersama Kiel dan cowok itu.

Wajahnya masih datar, dengan mata yang menyorot tak berwarna.

Sampai dalam gelap hitam muncul pecahan biru yang mengekilingi. Ingatan dirinya melayang, perlahan terserap ke dasar kolam, begitu tidak berdaya saat putranya bahkan masih lebih mengerti cara menyelamatkan diri.

Syakilla tak menyadari kakinya mundur beberapa langkah. Tak peduli seberap besar kadang amarah bisa mengambil alih, tetap teror yang muncul tiap kali bias biru menghadang ingatan seringkali juga lepas kendali.

90 Days, Education Of Being ParentsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang