Malam semua dan sekamat baca~
Ketika matahari naik, dia biasanya sudah sendirian. Rumah berlantai dua ini akan selalu sepi dan kosong. Ibunya akan kembali setelah bulan hadir. Terkadang, akan pulang sangat larut sampai anak perempuan sendirian itu sudah lebih dulu tertidur.
Mereka tinggal di rumah yang terpisah dari rumah utama. Ibunya bilang, suatu saat mereka akan memiliki rumah yang lebih baik dari ini.
Setiap hari termasuk akhir pekan, Farah terbiasa mengambil beberapa lembar roti dan memakan sereal untuk mengisi perutnya. Saat siang kelak, dia akan memesan makanan. Pun untuk malam hari.
Karena ibunya benar-benar tak akan menyiapkan makanan. Bukan masalah selama dia diberikan uang saku cukup.
Namun pagi itu, dia tidak akan sendirian. Seorang tamu datang. Farah baru saja akan menyambutnya dengan sebuah senyuman lebar sampai dia melihat siapa tamunya.
Gadis tersebut berhenti di dekat pintu masuk. Mematri diri di sana dan tak bisa bergerak.
Seharusnya orang itu sedang ada di benua lain. Menuntut ilmu dan baru bisa kembali beberapa tahun lagi.
Bukannya tersenyum manis di depan pintu.
Orang itu masuk. Hoodie putihnya menutup sebagian wajah. Penampilannya begitu acak-acakan.
Farah tak bergerak dan hanya diam di tempat sambil mencengkram pinggiran bajunya. Menunggu dengan gemetaran apa yang tengah menantinya.
Begitu sosok tersebut sudah ada di depan tubuh, gadis yang lebih kecil mendongak dengan mata berembun. Permohonannya begitu sedih dan putus asa.
"Kakak..."
Lalu sebuah tangan terangkat, dan Farah memejamkan mata rapat.
"Permisi."
Kedua perempuan tersentak. Dengan dengusan kecil, yang lebih tinggi tubuhnya menoleh ke belakang. Dari arah masuk rupanya sudah hadir lagi seorang tamu.
Dengan celana pendek dan kaos biru santai, sosok cowok yang memiliki rambut cokelat dan mata berwarna serupa. Tatapannya begitu datar dan lurus ke arah dua perempuan di dalam ruangan.
Tangan yang sudah terlanjut tergantung di udara akhirnya diturunkan. Bukan sebagai niat awalnya, tapi berubah menjadi dua tepukan ringan di atas kepala sang adik.
Wanita berhoodie putih berbalik menuju pintu. Matanya yang tajam meneliti sosok cowok remaja yang tingginya hanya sampai dadanya.
Lalu dia menundukkan tubuh. Mencoba menelaah lebih jauh wajah itu. "Siapa?"
"Azka, temen sekelas Farah." Disahut sangat cepat dan datar.
"Oh," mata itu melirik si gadis di belakang. "Ada perlu apa sama adek gue?"
"Tugas kelompok." Di punggung Azka memang ada ransel abu-abu kecil.
Wanita bertubuh tinggi itu akhirnya kembali menegakkan tubuh. Masih dengan dengusan yang sama, menyedekapkan tangan sambil memberi penilaian mencemooh untuk pria remaja.
"Kakak, aku sama Azka udah janjian hari ini mau ngerjain tugas bareng." Tiba-tiba Farah muncul dari belakang. Lalu mengambil tangan Azka sambil menunduk di depan Kakaknya. "Farah bawa Azka masuk dulu."
Terasa tarikan di tangan cenderung terburu-buru, jadi Azka menurutinya dan agak berlari kecil. Diekori sorot dingin sepasang mata yang pemiliknya masih berdiri di dekat pintu.
***
"Tadi itu..?"
"Kakak gue."
Azka mengangkat dua alis. Tapi tak mengucapkan apapun lagi. Pulpen di tangan kembali bergegas menggores di atas kertas. Tetapi mutiara cokelat diam-diam melirik ke gadis yang mengenakan overall dress nilangsuka dengan inner putih. Mengingat lagi satu posisi aneh yang dilihatnya saat tiba tadi di rumah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
90 Days, Education Of Being Parents
Fiksi Remaja"Aku dan Kamu, punya seorang bayi untuk 90 hari ke depan." *** Syakilla Rahayu si siswi SMA sederhana, seketika berubah kelimpungan saat mendapati alat aneh di kamarnya. Sebuah benda asing yang ternyata menghubungkannya dengan seorang Kakak kelas me...