Bab 30 | Bayar Hutang

12K 2K 326
                                    

Malam semuanya~ akhirnya kita dipertemukan kembali setelah sekian lamanya terpisah. Saya udah bangkit dari hibernasi panjang. Yah, mudah-mudahan nggak bobok lama lagi abis ini. Tapi serius. Ini harusnya saya up kemarin. Kalau aja tulisan saya nggak sengaja kehapus.

Ngebut loh ini saya nulis ulangnya. Hehe, kuy lah nggak perlu banyak chit chat.

Happy reading ^^

Typo(s)

Syakilla menghirup udara pagi dalam-dalam sambil meregangkan tubuh. Duduk menatap langit biru di bawah pohon rindang, selalu memberi terapi tersendiri bagi mentalnya. Di sebelahnya yang duduk bersila, cowok tinggi sedang berbaring sambil satu lengan tangan menutupi mata.

Hari terkahir parenting ternyata di isi dengan piknik dan sedikit materi di awal. Saat ini, anak-anak sedang dibebaskan bermain di area yang dibuat khusus sedang para orang tua bisa beristirahat. Mencoba memindai sesaat, Syakilla mendapati Kiel di sekitar bola warna-warni. Sesekali bergulingan dan merangkak cepat menghampir anak seusianya.

Staf IFLF bilang itu bagus untuk bayi seusia Kiel. Unoccopied play, Kiel bebas menggerakkan tubuh secara acak. Lebih dari tiga puluh bayi seumuran anaknya bermain bersama. Syakilla hanya mengamati dari kejauhan, duduk di tikar kecil yang hanya muat menampung dia, Azka, Kiel dan beberapa makanan saja.

Diam-diam si gadis melirik ke arah Azka. Cowok itu tampak tertidur. Gerakan dadanya naik turun sangat lembut. Azka mengenakan kaus abu-abu lengan panjang dan celana putih. Bagian tangan kiri bajunya di gulung sampai siku.

Wajahnya kembali menengadah ke langit. Tiba-tiba merindukan keluarganya lagi.

Waktu terus berjalan, bukan? Dulu dia yang akan bermain sepuas hati dengan kedua orang tuanya tersenyum sambil mengawasi. Sekarang dia yang menjadi orang tua, memperhatikan tumbuh kembang Kiel meski hanya tiga bulan.

Masa depan terlalu misterius. Dan masa depannya bersama Azka, adalah pusat segala masalahnya kelak. Wajah gadis itu menoleh ke samping. Cowok yang menjadi Ayah dari anaknya tetap diam.

Dia, sangat tampan.

Syakilla mengulum bibir. Katakan dia bodoh. Namun detak di balik tulang rusuknya yang aneh tetap tak dipahaminya.

Atau mungkin dia hanya berusaha mengelak.

Sesuatu seperti itu, sesuatu yang membuatnya jungkir balik di dalam, itu semua... wajar dirasakan gadis seusianya, bukan? Pada akhirnya, ketika dia jadi lebih dewasa lagi, dia akan berpikir lebih rasional.

Namun ketika dia menjadi lebih dewasa, apa yang akan dialaminya? Apa yang harus dihadapinya?

Masalah.

Mereka punya masalah.

Kenapa?

Katakan dia seorang idealis cupu yang hanya terpaku pada prinsip yang diteguhkannya, tapi Syakilla hanya ingin jadi seperti kedua orang tuanya. Sederhana, namun bahagia.

Ting! Ting!

Loncengnya sudah berbunyi. Syakilla tersenyum dan bangun dari duduk bersilanya. Menghampiri pagar pembatas setinggi lutut dan memeluk Kiel yang juga sudah mendekat. Sedikit berkeringat, namun wajah puasnya pasca bermain bebas sungguh menakjubkan.

Dicium pipi bulat itu, sambil berjalan kembali ke tikar mereka. Tepat di bawah pohon, sosok Azka sudah duduk santai. Mata elangnya mengawal pergerakan anak dan calon istrinya.

Begitu Syakilla sudah kembali duduk, gadis itu tak dapat menahan senyuman canggung akibat kilatan intens yang melingkupinya. Dia menimang Kiel sebentar sebelum memangkunya. Segera si kecil menyerobot kukis kelapa yang disodorkan Ibunya.

90 Days, Education Of Being ParentsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang