I AM BAAAAAAAAAAAAAAACK!
HAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHA~~~~
Waw, berapa dekade berlalu untuk dapet 80 vote? Yang lebih mengejutkan, butuh lebih dari itu sampai saya up.
Nggak. Saya gak akan ngelak. Dasarnya saya lagi males ngetik. Sumpah. Badan saya mager, otak saya stuck, batin saya melayang gak ada tujuan.
Lah kebablasan sampe lebih dari 100 doooongzzz~~
Ada yang komen ngingetin sudah 80 vote ya langsung bilang.
Gue gak liat apa-apa... Gue gak liat apa-apa... Gue gak liat apa-apa...
Happy reading~
Typo(s) malas ngedit
***
Belanjaan mereka benar-benar menggunng. Azka tak tanggung-tanggung men-stok kebutuhan Kiel. Yah, cowok itu memang punya dompet tebal.
Syakilla terdiam di parkiran. Hari sudah sangat gelap dan dia tidak mengabari keluarganya sama sekali. Toh dia tidak bawa ponsel. Rencananya tadi hanya sebatas melipir ke minimarket depan komplek. Tak disangka nyasar sampai ke pusat kota.
Sekarang benar-benar gerimis. Rasanya Syakilla hampir mati membeku menunggu Kakak kelasnya memindahkan belanjaan mereka ke bagasi mobil sementara dia hanya diam menunggu sambil menggendong Kiel. Berusaha menutupi anak itu dengan tubuhnya sendiri.
***
Syakilla pernah ingat satu pepatah; It takes two to tango. Secara dramatis, otaknya mengolah memori ucapan tajam Azka padanya.
'Ada alasan Kiel datang ke sini.'
Ya. Sudah jelas, bukan? Dia dan Azka memiliki Kiel dan bemasalah. Pada akhirnya anak itu dikembalikan pada mereka yang masih remaja.
'Sadari posisi lo sebagai Ibu, dan gue sebagai Ayah.'
Syakilla menghela napas.
Jika membangun sebuah hubungan semudah membongkar pasang lego, Syakilla sudah jelas mendesain relationship-nya sesempurna mungkin. Dia baik dalam mendesain. Tapi buruk untuk mewujudkannya di dunia nyata.
Mereka terikat benang merah, entah apa dan bagaimana dasar terbentuknya. Definisi hubungan di antara orang tua Kiel terlalu abstrak. Sulit menemukan celah kecocokkan agar bisa melekat. Interkasi tak lazim jika dibandingkan dengan pasangan lain sudah seperti suatu identitas.
Syakilla mengelus pipi Kiel. Bayi yang belum dilahirkannya, tersenyum menatap balik dirinya.
Butuh kerja sama, untuk menjadi orang tua yang baik, kan?
Jika tadi hanya gerimis, maka sekarang benar-benar hujan lebat. Syakilla bisa merasakan tubuh Kiel menempel kian erat ketika dentuman petir menggelegar. Dielus halus punggung kecil tersebut ketika si bayi mulai memeluk leher Ibunya dan menyusup di sana.
Kembali guntur bersahut. Kiel langsung menjerit histeris. Beruntung mereka sudah ada di dalam mobil.
"Hush." Si gadis berujar pelan. Dia sendiri pun kaget. Wajar jika bayi ini sampai menangis. "Gak apa-apa."
Memperbaiki posisi Kiel hingga bocah itu meringkuk nyaman. Syakilla mengelusi puncak kepala Kiel.
Sebuah jaket tiba-tiba tersurung ke arahnya. Di sebelah, Azka diam memperhatikan. Mobil tengah berhenti di perempatan.
"Selimutin dia pakai ini." Itu titah si cowok.
Syakilla menurut. Diambilnya jaket hitam itu dan diselimuti ke tubuh bulat Puteranya. Tampak Kiel jadi seperti bayi baru lahir yang dibedong. Jaket Azka memang sangat besar.
KAMU SEDANG MEMBACA
90 Days, Education Of Being Parents
Teen Fiction"Aku dan Kamu, punya seorang bayi untuk 90 hari ke depan." *** Syakilla Rahayu si siswi SMA sederhana, seketika berubah kelimpungan saat mendapati alat aneh di kamarnya. Sebuah benda asing yang ternyata menghubungkannya dengan seorang Kakak kelas me...