Bab 8 | Diskusi Nama Anak

21.2K 2.4K 63
                                    

Telat up lagi. Happy reading, jangan lupa tekan bintangnya.

***

Hening sekali.

Bahkan deru mobil seolah terdengar samar-samar. Ini terasa sedikit tidak nyaman bagi si gadis berambut sepunggung. Duduk begitu tegak serta pandangannya terus fokus ke jalanan.

Bahkan peristiwa ini tak sedikit pun termimpikan terjadi. Syakilla menggigit bibir bawah resah. Sangat tidak nyaman. Dia meremas rok putihnya. Terkesiap kemudian saat anak di pangkuannya berceloteh riang.

"Mama! Mumumum~" tangan kecilnya bergerak heboh dengan mainan karet merah. Berikutnya kembali menyumpal benda itu ke dalam mulut.

Syakilla dapat merasakan Azka menoleh sesaat. Cowok itu menginjak pedal rem perlahan di perempatan lampu merah. Gayanya sangat tenang tak terusik. Jauh bertolak belakang dengan si gadis yang semakin canggung.

Azka kembali menoleh. Memperhatikan anaknya. "Dia, jadi anteng ya kalau sama lo?"

"Ya?"

Cowok berambut kecoklatan lebih melekatkan pandangan. "Anak itu, kalau sama lo keliatan tenang banget?"

Syakilla membuka mulut. Tergagap ingin menjawab. "O-oh, iya." Menunduk, "dia gak terlalu rewel."

Tampak cowok tersebut mangut-mangut. Dia terus saja memperhatikan. "Padahal biasanya tiap pagi dia nangis. Terutama kalau lagi di mobil gini."

Syakilla tersenyum canggung.

Anak ini, sebenarnya sesekali akan sangat merepotkan. Kebetulan saja sekarang sedang menurut.

Mobil kembali melaju. Keheningan terajut kembali kala kedua remaja itu saling menutup mulut. Syakilla memilih kembali memperhatikan jalan dari samping. Beruntung anak di antara mereka berulah dengan tak berhenti berceloteh tentang entah apa. Paling tidak itu mampu membuat keadaan tidak terlalu senyap.

"Lo udah kasih dia nama?"

Syakilla berhenti mengelusi perut bulat si bayi. Ah, benar. Nama. Sejak kemarin dia bahkan tidak pernah menyebut tentang nama bayi ini. Dia memandang Kakak kelasnya dengan perlahan. "B-belum, Kak. Saya kira Kakak udah ngasih duluan?"

"Belum. Gue gak sempet mikirin nama." Cowok itu bahkan tak acuh sekali. Sedetik saja tidak mau melirik pada Syakilla. "Lagian gue juga harus mempertimbangkan saran dari lo selaku Ibunya."

Syakilla menunduk dalam. Azka sama sekali tak terlihat terusik dengan hubungan mereka. Semudah itu menyebutkan si gadis bermata pekat selaku perempuan yang akan melahirkan anaknya kelak. Kalau Syakilla, menyebut nama Azka saja gemetaran. "Oh... Mmm, saya gak punya persiapan nama."

Memang, meski anak ini sudah terlahir tetapi pihak IFLF tidak membeberkan perihal nama. Toh, nantinya juga kita sendiri yang akan memberikan. Jadi, anak-anak yang datang akan dianggap belum memiliki nama.

"Gak ada?"

Kepala dengan mahkota hitam sepunggung menggeleng. Dia berujar pelan. "Kalau gitu, Kakak aja yang ngasih. Apa aja."

Dari kursinya, Azka menarik sebelah alis. "Apa aja?"

Syakilla menelan ludah gugup. "I-iya Kak."

Azka terlihat berpikir sejenak. Lalu cowok itu mengucapkan sebuah nama indah. "Kiel."

Untuk beberapa detik Syakilla mempertimbangkan nama itu. Dia mengangguk pelan seraya tersenyum simpul. "Bagus, Kak. Namanya itu aja."

Anehnya, cowok ganteng itu justru tersenyum miring dan mengangkat pundak. "Terserah kalau lo mau." Karena jalanan di depan mulai lenggang, Azka menginjak pedal gas lebih kuat. Membuat mobil melaju lebih cepat dalam keheningan yang kembali terbentuk.

90 Days, Education Of Being ParentsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang