Part 33

4.2K 581 40
                                    

Hari-hari kembali normal seperti biasanya setelah acara camping diadakan. Siswa-siswi AHS kembali disibukkan dengan kegiatan mereka di sekolah. Seperti siang ini, Leoni dengan mulutnya yang tidak henti-hentinya berkoar itu dengan semangat mempromosikan ciloknya. Dan jangan lupakan Rara yang dengan senang hati membantunya.

Sementara itu, di sudut kantin, sendirian, Leo sibuk menatap Leoni tanpa henti. Seolah-olah tidak ingin luput dari apa saja yang gadis itu kerjakan.

"ONI CILOVERS MANA SUARANYA?!" teriak Leoni dengan kencangnya.

"CILOK ENAK, AMAN DI KANTONG!" balas siswa-siswi yang menjadi penggemar cilok milik Leoni.

Leoni mengacungkan dua jempolnya tinggi-tinggi. Ciloknya sudah habis ludes tanpa sisa satu biji pun. Ia mengusap dahinya yang berkeringat. Cukup melelahkan memang. Kemarin sore ia baru pulang dari camping dan harus bangun awal untuk membuat cilok.

"Makasih ya, Ra," ujar Leoni, tulus kepada Rara. Sahabatnya itu tersenyum lebar ke arahnya. Menandakan kalau dia tidak masalah untuk membantu Leoni berjualan.

"Sama-sama, Ni," balas Rara, masih tersenyum lebar.

Leoni mengedarkan pandangannya. Tatapannya bertemu dengan mata kelam 'pacar barunya' itu. Ia melambaikan tangan ke arah Leo yang berjalan ke arahnya. Pemuda itu menatapnya tanpa ekspresi dengan tangan yang menggenggam sebotol minuman.

"Buat lo." Leo menyodorkan minuman itu ke arah Leoni. Tentu saja langsung diterima gadis itu dengan senang hati. Karena kehausan, Leoni pun menenggak isinya hingga tersisa setengah.

Rara yang merasa akan menjadi nyamuk di sana pun langsung pamit pergi ke kelas. Jiwa jomblonya meronta-ronta jika sudah ada dua Leo di sekitarnya.

"Capek?" tanya Leo. Suara beratnya itu terdengar sexy di telinga Leoni. Bahkan menurutnya, Kai EXO pun lewat jika dibandingkan dengan Leo. Bucin garis keras!

Leoni cemberut sambil mengangguk. Hal itu sontak membuat Leo menepuk pelan puncak kepalanya. Pemuda itu menarik Leoni untuk duduk di salah satu kursi kantin. Meskipun rambut Leoni terlihat lepek, tapi tak sedikit pun mengurangi kecantikan natural milik gadis itu.

"Kalau capek nggak usah jualan dulu," ujar Leo mengingatkan. Pemuda itu menatap lamat kedua manik Leoni. Perkataannya itu mendapat gelengan kuat dari Leoni sebagai tanba bahwa gadis itu tidak setuju.

"Kalau Oni nggak jualan, Oni nggak bakal punya uang. Terus buat kebutuhan sekolah gimana?" balas Leoni dengan tampang melasnya.

Sebenarnya, ia juga tidak mau seperti ini. Tapi, mau bagimana lagi? Uang bulanan yang selalu Reno berikan kepadanya selalu saja diminta oleh Nadira secara paksa. Ia ingin sekali mengadu kepada ayahnya, tetapi rasanya tidak mungkin. Pasti akan ada keributan jika hal itu sampai dilakukan olehnya. Leoni paling benci dengan keributan.

Tatapan mata Leo melembut. "Lo pacar gue. Mulai sekarang, lo bakal jadi tanggung jawab gue."

Leoni menatap tidak suka ke arah Leo. "Oni bukan cewek matre. Jangan samain Oni kayak yang lain. Oni suka kerja keras dan pakai uang sendiri buat ngapa-ngapain."

Leo menghela napas berat. "Bukan kayak gitu maksud gue, On. Gue punya tabungan banyak. Kalau lo butuh, gue bisa kasih."

Leoni kembali menggeleng kuat. Ia menarik tangannya yang semula digenggam oleh Leo. "Dibilangin Oni nggak mau. Ino jangan maksa deh. Oni paling nggak suka dipaksa, tau!" balasnya kemudian mengerucutkan bibir sebal.

Kedua ujung bibir Leo sedikit terangkat. Pemuda itu mengulas senyuman tipis. "Pantesan gue suka."

"Hah?"

LEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang