Part 27💫

4.1K 650 53
                                    

Aku mau tanya. Sejauh ini, cerita LEO menurut kalian gimana? Jujur aja, oke?

                           *****

Mendengar kebisingan dari luar, Alvino memutuskan untuk mengeceknya. Cowok itu menautkan alisnya saat melihat Rara dan Leo yang ternyata tengah ribut. Ia membuka pintu lebar-lebar, mempersilakan kedua insan itu untuk masuk ke dalam.

Leo yang kesal dengan Alvino pun tidak melirik cowok itu sama sekali. Ia mengangkat dagunya tinggi-tinggi. Dengan cepat dia duduk di samping brankar Leoni, takut keduluan oleh Alvino.

"Kok lama?" tanya Leoni yang merasa kalau Leo pergi terlalu lama.

"Makan dulu," balas Leo seadanya.

Leoni manggut-manggut. Ia beralih menatap Rara yang menguap lebar. Sepertinya, sahabatnya itu sudah mengantuk. Mengingat hari yang semakin larut.

"Kalian berdua pulang aja. Nanti biar Bi Bro sama Leo yang jagain Oni," ujar Leoni akhirnya.

Alvino dengan cepat menggeleng. Merasa tidak setuju dengan perkataan Leoni. "Gue mau jagain lo juga," balasnya.

"Tapi Rara udah ngantuk banget. Kasihan kalau tidur di sofa." Leoni menatap kasihan ke arah Rara yang masih diam saja.

"Ra," panggil Alvino kepada sahabatnya itu.

Rara menaikkan sebelah alisnya tanda ia bertanya.

"Lo pulang duluan, ya," ujar Alvino sembari menggaruk belakang kepalanya. Merasa tidak enak dengan gadis itu.

Rara pun terkejut mendengarnya. Ia menatap Alvino dan Leoni bergantian. Matanya berkaca-kaca hendak mengeluarkan air mata. Namun, sebisa mungkin dirinya pertahankan. Ia tidak boleh terlihat cengeng. "Iya udah," balasnya walaupun terasa berat.

Leoni hendak mencegahnya namun Rara dengan cepat menggeleng ke arah gadis itu seolah-olah dirinya tidak keberatan. "Gue pulang dulu. Cepet sembuh, Ni," ujarnya kemudian. Dengan cepat Rara keluar dari ruang rawat itu. Saat itu juga, Rara tidak sanggup menahan tangisnya. Gadis itu berlari sembari sesekali mengusap air mata yang mengalir deras di pipinya.

*****

Nasha menatap sendu ke arah langit malam yang dihiasi kerlap-kerlip bintang. Beberapa kali helaan napas gusar keluar dari mulutnya. Ia mencengkeram erat sebuah gelas di tangannya yang mulanya berisi susu sebelum dirinya tenggak hingga tandas.

Pyaarrrr

Nasha melemparkan gelas itu ke tembok. Entahlah, perasaannya tiba-tiba kacau. Ia tidak bisa tidur sampai jam segini.

"NASHA!" teriak Nadira yang tiba-tiba datang ke kamarnya. Dengan cepat wanita itu memeluk Nasha. Ia menatap pecahan gelas di depannya.

"Kamu kenapa, Sayang?" tanyanya dengan cemas.

Nasha menangis kencang saat itu juga. Pundaknya bergetar diiringi dengan isakan tangisnya. "Ma ... apa aku bisa sembuh?" tanyanya terdengar pilu.

"Bisa. Kamu pasti bisa sembuh, Nak. Kamu harus kuat. Mama yakin kamu bisa melewati ini semua." Nadira mengecup lama puncak kepala putrinya.

"Kenapa Tuhan kasih aku hidup kalau untuk menderita? Kenapa aku gak pernah ngerasain bahagia? Kenapa aku gak boleh main-main kayak anak lainnya? Kenapa, Ma? Nasha juga pengin kayak Oni."

"Kamu gak boleh ngomong kayak gitu, Sha. Mama yakin kamu bisa sembuh dan bisa ngelakuin hal-hal seperti yang orang lain lakukan," balas Nadira.

Nasha menatap mamanya dengan derai air mata yang membasahi wajahnya. "Beneran?"

LEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang