Leoni tersenyum lebar ke arah Leo. Tangan kanannya menggenggam botol minuman isotonik yang sengaja dirinya belikan untuk pemuda itu. Selepas pelaksanaan PTS hari ini, Leo ingin bermain basket terlebih dahulu sebelum pulang.
"INO!" teriak Leoni degan lantang.
Mendengar itu, Leo lantas menoleh dan mendapati wajah kiyud milik Leoni yang tengah memandang berseri ke arahnya. Ia tersenyum tipis lantas menghampiri sahabat kecilnya itu dengan bola di tangan kirinya.
"Buat Ino," ujar Leoni lalu memberikan minuman yang dibelinya untuk Leo.
Dengan senang hati Leo menerimanya. Setelah membuka tutupnya, ia segera menghabiskan minuman itu. "Makasih," ujarnya.
Leoni tersenyum dan mengangguk.
"Duduk." Leo duduk di pinggir lapangan, begitu juga dengan Leoni.
"Bahunya masih sakit?" Leo bertanya sambil menunjuk bahu Leoni.
Gadis itu mengangguk pelan. "Masih linu dikit. Tapi nggak apa-apa kok."
"Maaf, ya," ujar Leo.
Leoni menggelengkan kepalanya sembari mengelus punggung Leo dengan lembut. "Oni anggep ini ujian dari Tuhan."
"Lo emang perempuan paling baik yang pernah gue kenal setelah Mama," balas Leo lantas mengacak pelan rambut hitam Leoni yang terurai bebas.
"Selain baik, kiyud, pinter, Oni juga ngangenin," balas Leoni lalu terkikik pelan. Leo menatap gadis itu datar. Sikap kepercayaan Leoni yang terlalu tinggi itu memang sudah tertanam sejak dini.
"Pulang yuk," ajak Leo. Ia berdiri dan menepuk celananya yang kotor.
Setelah mengambil tasnya yang berada di pinggir lapangan dan mengembalikan bola basket di ruang peralatan olahraga, kedua remaja itu langsung pergi ke tempat parkir.
"Oni mau pake jaket?" tawar Leo sembari menyodorkan jaket yang baru saja ia keluarkan dari jok motornya.
Leoni mengangguk cepat. "Pakein," ujarnya terdengar manja.
Leo tertawa pelan. Gadisnya itu memang tidak pernah berubah sejak kecil. Selalu manja dan senang sekali mengganggunya. Meskipun begitu, Leo kecil selalu menyayanginya dan menuruti apa pun yang Leoni minta kepadanya.
Setelah siap, keduanya langsung membelah jalanan sore itu.
"Oni laper," celetuk Oni di tengah-tengah perjalanan mereka.
"Mau makan di mana?" Leo yang langsung peka pun bertanya.
Leoni terlihat berpikir sejenak kemudian berujar, "Mau pecel lele boleh, gak?"
"Boleh. Yang deket sini, ya?"
"Iya! Oni suka banget!" jawab Leoni dengan riang.
Beberapa saat kemudian, keduanya sampai di sebuah warung pecel lele yang ada di pinggir jalan. Karena tidak sabar, Leoni bahkan sampai lupa melepaskan helmnya. Untung saja Leo segera menarik gadis itu sebelum masuk ke dalam.
"Malu-maluin," ketus Leo.
Leoni mengerucutkan bibirnya. "Ih jahat!"
Leo memilih tidak menjawab perkataan Leoni. Pemuda bertubuh tinggi itu langsung merangkul leher Leoni dengan lengannya dan membawanya masuk ke dalam. Keduanya seperti pasangan yang lucu sekali.
Setelah pesan terlebih dahulu, keduanya langsung mencari tempat duduk.
"Gue mau ngomong serius sama lo," ujar Leo tiba-tiba. Pemuda itu menatap Leoni dengan raut wajah yang serius.
KAMU SEDANG MEMBACA
LEO
Teen FictionLeonardo Marcelino, sering dijuluki -Singanya Andromeda. Aura tajam miliknya seakan membuat gentar semua orang yang ingin mendekatinya. Keramaian adalah hal yang paling tidak disukainya. Menurut Leo, hidup tenang jauh lebih menyenangkan. Kehidupanny...