Part 18💫

4.3K 668 131
                                    

Subuh-subuh sekali Leo mengantarkan Leoni pulang ke rumah. Ya, gadis itu menginap di rumah Leo karena ketiduran. Leo yang tidak tega membangunkan Leoni pun hanya membiarkan gadis itu tertidur di rumahnya. Toh itu bukan hal yang disengaja. Lagi pula Leo tidak sendiri di rumahnya. Ada pembantu dan juga Jack di rumahnya.

Udara pagi ini terasa begitu dingin. Leoni yang berada di boncengan Leo tengah memakai jaket milik pemuda itu. Padahal jaket milik Leo yang sebelumnya Leoni kotori dengan ilernya belum dirinya kembalikan kepada sang empunya.

Sesampainya di rumah Leoni, gadis itu segera turun dari atas motor Leo. Setelah memberikan helm kepada pemuda itu, Leoni hendak melangkahkan kaki sebelum Leo berdehem pelan.

Leoni menatap kembali pemuda itu dengan kening yang mengerut.

"Perlu gue yang ngomong?" tawar Leo yang langsung mendapat gelengan cepat dari Leoni. Ia tahu jika Nadira sampai melihat Leo pasti wanita itu akan berpikir yang tidak-tidak. Jadi Leoni cari aman saja.

"Nggak perlu kok. Leo pulang aja, nanti 'kan sekolah." Leoni mengakhiri perkataannya dengan senyuman.

"Beneran lo?" tanya Leo untuk memastikan. Jujur, Leo merasa tidak enak dengan gadis itu.

Leoni mengangguk semangat untuk meyakinkan Leo. "Makasih, Singa. Obatnya jangan lupa diminum, ya," ujar Leoni.

Leo mengangguk. Setelah berpamitan dengan Leoni, pemuda itu kembali menjalankan motornya berniat pulang.

Leoni kembali melanjutkan langkahnya masuk ke dalam rumah. Gadis itu segera membuka pintu yang ternyata tidak dikunci. Saat pintu itu berhasil terbuka, Leoni langsung disambut dengan tatapan tajam ayahnya yang kini berdiri tepat di depan pintu. Dan jangan lupakan Nadira yang berdiri di samping ayahnya dengan lagak menenangkan suaminya agar tidak marah.

"Sudah berani pulang jam segini kamu, hah?!" ujar Reno dengan amarah yang memuncak.

Leoni hanya menunduk dengan tubuh yang bergetar ketakutan. Sebelumnya ayahnya itu tidak pernah memarahinya seperti ini.

"Siapa cowok tadi?!" tanya Reno.

Leoni meneguk ludahnya susah payah. Ternyata ayahnya telah melihat Leo. "Temen Oni, Yah," jawab Leoni pelan.

"Temen apa maksud kamu?! Temen seranjang?" pancing Nadira yang semakin memperkeruh suasana.

"Oni nggak kayak gitu!" jawab Leoni. "Justru kamu yang kayak gitu 'kan? Manfaatin uang Ayah Oni supaya bisa beli apapun? Iya 'kan?!"

Plakkk

Tamparan keras berhasil mendarat di pipi Leoni. Air matanya langsung turun dengan deras melihat ayahnya yang baru saja menamparnya. Leoni menangis sesenggukan. Reno benar-benar berubah.

"Ayah nggak bakalan lakuin itu kalau kamu nggak keterlaluan, Leoni!" ujar Reno dengan dada yang naik turun emosi.

Leoni menundukkan kepalanya dalam. Sepertinya, di rumah ini Leoni tidak punya siapa-siapa lagi. "Maafin Oni karena udah ngecewain Ayah. Mau percaya atau nggak, Oni cuma ketiduran di rumah temen sehabis ngerjain soal buat latihan olimpiade matematika." Leoni tertawa miris dan melanjutkan perkataanya, "Ayah bahkan nggak tau kalau beberapa hari ke depan Oni ikut olimpiade matematika."

Leoni segera pergi dari hadapan mereka berdua. Ia menyempatkan untuk melirik Nadira yang tersenyum penuh kemenangan atas dirinya. Yang Leoni butuhkan saat ini hanyalah bundanya.

****

Dengan mata yang masih sembab, Leoni berangkat ke sekolah. Sesampainya di kelas, gadis itu buru-buru duduk di bangkunya yang ternyata sudah ada Leo di tempatnya sendiri. Dengan tangan yang menutupi wajah, Leoni duduk di atas kursi. Tingkahnya yang aneh itu membuat Leo mengerutkan keningnya. Tidak biasanya Leoni bertingkah seperti itu. Setiap pagi, gadis itu pasti akan masuk ke dalam kelas dengan semangat. Lain halnya dengan hari ini.

LEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang