Leo sudah sampai di depan rumah Leoni. Malam ini gadis itu memintanya untuk pergi jalan-jalan bersama, juga Nasha yang katanya ingin ikut. Setelah membuka helmnya, Leo berjalan menuju pintu utama rumah yang menjadi tempat tinggal Leoni.
Baru saja ia ingin memencet bel rumah, tiba-tiba pintu di hadapannya itu terbuka. Menampakkan sosok gadis cantik yang tersenyum lebar ke arahnya. Tanpa sadar, dirinya juga ikut tersenyum melihat itu.
"Cantik banget," puji Leo ketika melihat penampilan Leoni dari atas sampai bawah.
Gadis di hadapannya itu tersipu malu. "Ino juga ganteng," balasnya memuji.
"Nasha mana?" tanya Leo saat menyadari kalau tidak ada Nasha di belakang Leoni.
Raut wajah gadis berambut sepunggung itu langsung berubah sedih. Leoni menunduk lantas berkata, "Dia gak diizinin sama Mama. Padahal kemarin malam Nasha yang pengin jalan-jalan."
Leo tersenyum tipis menanggapi itu. Ia mengusap puncak kepala Leoni dengan lembut membuat gadis itu mendongakkan kepala untuk menatap dirinya. "Gak apa. Yuk pergi," ujarnya.
Leo menarik tangan Leoni menuju mobilnya yang ia parkir di pekarangan rumah gadis itu. Setelah membukakan pintu mobil untuk Leoni, ia menyuruh gadis itu untuk masuk. Setelah Leoni masuk ke dalam mobil, Leo buru-buru menutup pintunya lalu memutari mobilnya dan masuk melalui pintu sebelah kanan.
"Kita mau ke mana?" tanya Leoni. Ia hanya mengajak Leo pergi tetapi tidak tahu akan ke mana.
"Nanti juga tahu," balas Leo sembari menyalakan mesin mobilnya.
Leoni mengerucutkan bibirnya sebal. Ia membuka dashboard mobil Leo karena penasaran dengan isinya. Senyumnya mengembang kala melihat gantungan kunci yang dulu dirinya berikan kepada Leo berada di dalam sana. Ia pun mengambilnya.
"Oni bingung kenapa bisa masih sebagus ini?" tanya Leoni kepada Leo yang fokus menyetir.
"Karena gue jaga baik-baik," balas Leo dengan mengacak rambut Leoni menggunakan tangan kirinya. Ternyata, kebiasaan pemuda itu memang belum hilang dari dulu. Setiap habis disisir oleh Rania—bundanya Leoni, rambut milik cewek itu pasti selalu diacak-acak olehnya. Terkadang, hal itu membuat Leoni merasa kesal.
"Berarti Oni spesial, ya?" terka Leoni malu-malu.
Leo terkekeh ringan. "Emang."
"Ino juga spesial buat Oni."
"Gak tanya," balas Leo yang membuat Leoni membulatkan matanya sebal.
"Kok gitu? Ish!" kata Leoni dengan kesal. Ia langsung memasukkan gantungan kunci itu ke dalam dashboard lagi. Tangannya bersedekap dada dan membuang muka ke arah jendela.
"Karena gue udah tahu, On. Ngapain marah?" balas Leo.
Leoni itu gampang sekali luluh. Ia langsung menampol pelan lengan milik Leo. "Jahat."
"Jangan ngambek, lo tambah gemesin soalnya," goda Leo yang membuat Leoni merasa terbang ke atas awan.
"Ino mah gitu, suka gombal." Leoni malu-malu dibuatnya. Setiap berdekatan dengan Leo, jantungnya selalu berdebar lebih kencang. Apalagi, melihat senyum tipis yang mengembang di bibir pemuda itu membuatnya hanyut dalam pesona menawan milik Leo.
"Gak apa-apa kalau sama lo. Daripada gue gombalin yang lain? Emang boleh?" Leoni langsung menggelengkan kepalanya.
"Coba aja kalau berani, Oni patok pakai ularnya Istaka," ancam Leoni dengan wajah yang dibuat segalak mungkin. Bukannya galak, wajah gadis itu justru bertambah kiyud.
KAMU SEDANG MEMBACA
LEO
Teen FictionLeonardo Marcelino, sering dijuluki -Singanya Andromeda. Aura tajam miliknya seakan membuat gentar semua orang yang ingin mendekatinya. Keramaian adalah hal yang paling tidak disukainya. Menurut Leo, hidup tenang jauh lebih menyenangkan. Kehidupanny...