Leo memperhatikan Leoni dari kejauhan. Gadis itu tengah bermain perang air. Sesekali ia ikut tersenyum ketika melihat tawa riang Leoni yang membuatnya merasa senang. Outbond yang dilakukan untuk memeriahkan acara camping hari ini terasa begitu menyenangkan.
"WOY KELAS KITA MENANG, CIHUYY!!" pekik Rara dengan heboh. Gadis itu langsung melakukan tos dengan anggota kelompoknya, termasuk Leoni.
"Ini berkat Oni. Kalau Oni gak hebat, pasti gak bakal menang!" seru Leoni, kepedean.
Rara memutar bola matanya malas. "Iye dah!"
Dea tertawa. "Tapi Oni emang keren banget sih."
Dipuji seperti itu tentu saja membuat Leoni merasa bangga dengan dirinya sendiri. "Oni gitu loh. Ratunya cilok, makhluk paling kiyud, gak ada yang bisa nandingi."
"Iya deh ratunya cilok," balas Lidia lalu mereka semua tertawa.
Ketika Leoni asyik bercanda dengan teman-temannya, pandangan matanya tidak sengaja bertemu dengan manik kelam milik Leo. Pemuda itu menatapnya dengan dalam membuat Leoni salah tingkah dibuatnya.
"Ngeliatin siapa lo?" tanya Lidia, merasa kepo. Ia mengikuti arah pandang Leoni. Dirinya membulatkan mulut saat itu juga. "Ada yang lagi jatuh cintong nih!" sindirnya.
"Cintong itu apa? Oni tahunya centong nasi, hehe," balas Leoni disertai cengiran polosnya.
"Cinta, Ni. Oon banget sih lo!" kesal Rara. Pintar tapi kudet, siapa lagi kalau bukan Leoni?
"Di pikiran Oni cuma ada pelajaran sama cilok soalnya," ucap Leoni.
"Leo gak termasuk?" goda Dea.
"Gak tahu," balas Leoni, malu-malu.
"Justru dia yang paling utama, De. Biasalah, anak muda lagi kasmaran," timpal Rara. Gadis itu menaik turunkan alisnya.
"Rara apaan sih. Iri, ya?" jawab Leoni.
"Gak ya, wleeeee," kilah Rara.
"Mandi dulu yuk. Udah basah semua ini," ujar Lidia mengusulkan. Dirinya sudah tidak nyaman dengan pakaian olahraga mereka yang sudah basah kuyup.
"Ayok," ujar Rara dan Dea menyetujui. Leoni pun menurut saja. Sebelum pergi, ia menyempatkan diri untuk mengeringkan matanya ke arah Leo.
"Anjir," umpat Leo pelan. Ia merasakan kalau telinganya memanas. Sedahsyat itukah efek yang Leoni berikan padanya? Padahal itu hanyalah sebuah kerlingan mata singkat.
"Woy! Ngapain lo?" Adam datang secara tiba-tiba hingga membuat Leo terperanjat kaget.
"Diem," balas Leo. Masih seperti biasanya yang cuek bebek.
"Lo udah mulai suka sama Leoni, ya? Cieee," goda Adam lalu tertawa terpingkal-pingkal. Ia hanya sedikti heran saja kalau makhluk seperti Leo bisa jatuh cinta.
"Bacod lo," sinis Leo yang membuat Adam langsung menghentikan tawanya.
"Bisa nggak jangan ngomong bacod, berisik, diem ke gue? Bosen tau. Lo kekurangan kosakata, ya?"
"Ga."
"Kurang asem. Malah makin parah nih bocah," cibir Adam.
"Hm."
"Jangan kayak cewek lo."
"Ye."
"Terserah lo, Le. Capek gue!"
"Bacod."
"Gue pergi dulu, bye!" Adam akhirnya pergi meninggalkan Leo dengan perasaan jengkel. Mau dirinya bersikap seperti apa pun, Leo tetaplah Leo. Cowok paling batu di sebelas IPA satu.
KAMU SEDANG MEMBACA
LEO
Teen FictionLeonardo Marcelino, sering dijuluki -Singanya Andromeda. Aura tajam miliknya seakan membuat gentar semua orang yang ingin mendekatinya. Keramaian adalah hal yang paling tidak disukainya. Menurut Leo, hidup tenang jauh lebih menyenangkan. Kehidupanny...