"Oh, jadi ini cewek yang jalan sama Alvino?" Gadis dengan name tag Laurier itu mengamati Leoni dari atas sampai bawah. Beberapa saat kemudian tawa cempreng menusuk telinga yang muncul dari pita suara Laurier itu menggelegar. "Lo jualan cilok?! Rendah banget selera Alvino." Ia tersenyum meremehkan.
Tangan Laurier mengambil cilok-cilok milik Leoni dan menumpahkannya begitu saja ke atas lantai. Beberapa murid memekik kaget juga melihat kasihan ke arah Leoni. "Dasar sampah! Lo murid baru 'kan?"
"Maksud kamu apa? Ngapain buang cilok Oni? Lagian Oni di AHS udah sebulan lebih kok," balas Leoni sembari memungut cilok miliknya yang berhamburan di lantai. Sayang sekali ia harus merelakan ciloknya yang sudah dirinya buat susah payah dari jam 2 pagi.
"Masih baru aja belagu lo!" Laurier menginjak tangan Leoni yang sedang memungut cilok itu dengan sepatunya. Tanpa belas kasihan ia menginjaknya kuat-kuat.
Leoni berusaha menarik tangannya dari pijakan gadis gila itu. Ia menggigit bibir bawahnya sampai berdarah. "Oni punya salah apa sama kamu, Softex?" tanya Leoni menantang.
Beberapa murid yang mendengarnya itu tergelak dengan panggilan yang digunakan Leoni untuk Laurier. Hal itu membuat Laurie semakin marah. Tangannya bergerak menjambak rambut Leoni dengan kencang. Tak peduli kalau nantinya rambut gadis itu rontok karenanya.
"Kurang ajar lo! Anak beasiswa 'kan lo?" tanya Laurier dengan tatapan menajam.
"Kenapa kalau Oni anak beasiswa? Bukannya itu sebuah kebanggaan? Oni bisa sekolah di sini karena pinter," ujar Leoni berusaha untuk tenang. Mati-matian ia menahan cengkeraman Laurier yang semakin mengencang.
Dengan sekali hentakan rambut Leoni berhasil terlepas dari tangan Laurier. "Mending lo jauh-jauh dari pacar gue! Cewek cilok kayak lo nggak pantes buat deketin cowok keren kayak Alvino!" hardiknya.
"Siapa bilang Cia enggak pantes sama gue?"
Suara berat yang terdengar mengintimidasi itu mengalihkan seluruh atensi murid-murid di kantin yang awalnya mengarah ke Leoni dan Laurier. Alvino berjalan ke arah mereka berdua. Laurier menatap pemuda itu takut-takut.
"Justru cabe-cabean kayak lo yang enggak pantes dapetin gue!" Alvino menunjuk Laurier menggunakan jari telunjuknya.
"Lo sama Leoni beda jauh. Dia cewek polos, baik-baik, dan sederhana. Bukan cewek modelan lontong kayak lo," lanjut Alvino semakin menjadi. Bad boy bermulut pedas itu tidak akan tanggung-tanggung untuk melawan ucapan Laurier.
Suasana semakin panas. Mereka semua bisa melihat dengan jelas kalau mata Laurier berkaca-kaca karena ucapan Alvino. "Kemarin-kemarin lo baik sama gue, Al. Semua pasti gara-gara cewek rendah ini!" tuduh Laurier kepada Leoni.
"Siapa yang lo bilang rendah? Bukannya perkataan itu buat lo sendiri, ya?" Alvino mengangkat sebelah alisnya dengan senyuman miring khas miliknya. "Lo udah ngejek dia dan gue enggak terima!"
"Kenapa lo ngebelain dia sampai segitunya?" tanya Laurier dengan kesal.
"Gue ngebela yang benar." Alvino berujar santai. Kedua tangannya itu masuk ke dalam saku yang membuatnya terlihat begitu keren. Apalagi head band yang melingkar di kepalanya yang menjadi ciri khas pemuda tampan itu.
"Dia ngerebut lo dari gue! Wajar dong kalau gue marah!" bantah Laurier tidak mau kalah. Inimah keturunan mak lampir.
"Kita punya hubungan? Enggak 'kan? Jangan berharap bisa jadi pacar gue. Itu mutlak." Alvino terkekeh mengejek.
"Kalau lo deket sama Rara gue masih maklum. Tapi kalau sama cewek cilok gue enggak ngizinin, Al!" balas Laurier tidak ingin mengalah.
"Karena Rara sahabat gue dari kecil? Terserah gue mau deket sama siapa," balas Alvino. "Mending pergi aja. Muak gue lihat muka tebel punya lo," lanjutnya semakin menusuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
LEO
Teen FictionLeonardo Marcelino, sering dijuluki -Singanya Andromeda. Aura tajam miliknya seakan membuat gentar semua orang yang ingin mendekatinya. Keramaian adalah hal yang paling tidak disukainya. Menurut Leo, hidup tenang jauh lebih menyenangkan. Kehidupanny...