Leo bangkit dari tidurannya karena suara ketukan di balik pintu kamarnya itu mengusik ketenangannya. Dengan malas-malasan pemuda itu membuka pintu. Keningnya berkerut saat melihat Jack berdiri di depan kamarnya. Tanpa menunggu persetujuan dari Leo, lelaki itu masuk ke dalam kamarnya.
Ia menarik tangan Leo untuk duduk di atas kasur lalu memberikan secarik kertas yang ia ambil dari saku jasnya kepada Leo. Sadar dengan ekspresi Leo yang tidak paham, Jack berbisik di telinga tuannya itu.
"Saya menemukan ini di atas motormu," ujarnya.
Dengan cepat Leo membaca isi surat itu.
Mencariku?
Aku rasa otak geniusmu itu bisa dengan mudah untuk menemukanku.
Leo mengepalkan tangannya. "Siapa orangnya?" tanyanya dengan geram. Mata tajamnya itu menatap nyalang ke arah secarik kertas yang berada di tangannya.
"Saya juga belum tahu, Tuan. Dugaan sementara masih mengarah ke Mr. Jo," balas Jack.
"Rekan bisnis kakek?"
Jack mengangguk. "Mengingat Mr. Jo yang selalu terlibat konflik dengan Tuan Fred, bukan tidak mungkin 'kan dia patut dicurigai?"
Leo mengangguk. Benar juga. Ia juga sempat mendengar kalau Mr. Jo itu sering sekali berseteru dengan almarhum ayahnya. Perusahaan ayahnya yang lebih maju dari milik Mr. Jo membuat lelaki itu menaruh rasa tidak suka kepada Fred. Bahkan beberapa kali lelaki itu menggunakan segala cara haramnya untuk menjatuhkan perusahaan ayahnya.
"Tapi kenapa dia menjalin kerja sama dengan kakek?" tanya Leo masih merasa bingung. "Bukannya seharusnya dia juga enggak suka sama kakek Toni?" Leo mengangkat sebelah alisnya.
"Mungkin ... ada maksud terselubung?" tebak Jack.
Leo semakin tidak paham. Kejadian ini sudah berlalu selama tujuh tahun. Mengurusnya sekarang memang menyulitkan. Orang itu pasti bermain dengan mulus.
"Kenapa kakek enggak mau mengungkap semuanya?" tanya Leo. Sepenglihatannya selama ini Toni terlihat santai tanpa mau memperpanjang tentang kematian menantu dan anaknya. Seolah-olah pembunuhan yang terjadi kepada orang tua Leo hanyalah hal kecil.
"Mungkin Tuan Toni tidak ingin mengingat hal yang sudah berlalu," balas Jack.
"Konyol." Leo tertawa sinis.
♐♐♐
Leo mengendarai motornya dengan kencang. Pemuda itu harus segera sampai ke rumah. Dirinya baru saja pulang dari rapat di perusahaan kakeknya. Leo masih punya banyak tugas yang harus dikumpulkan besok. Alamat begadang sampai pagi.
Leo membulatkan matanya saat seorang gadis yang berjalan sempoyongan itu hampir saja tertabrak olehnya. Untung Leo dengan segera mengerem dan mengendalikan motornya dengan cepat. Ia segera turun dari atas motor menghampiri gadis yang berjongkok di tengah jalan.
Leo membawanya minggir ke tepi jalan. Menghembuskan napas lega saat gadis yang hampir ditabraknya tidak terluka sedikit pun. Namun anehnya gadis itu memakai pakaian rumah sakit.
"Maaf. Gue hampir nabrak lo," ujar Leo meminta maaf.
Gadis itu menggelengkan kepalanya. Wajahnya terlihat pucat juga badan yang gemetar ketakutan. "Aku yang salah," jawabnya.
Leo menggaruk tengkuknya canggung. "Lo enggak apa-apa 'kan?"
Gadis itu mengangguk lalu mengulurkan tanganya. "Namaku Nasha," ujarnya lantas tersenyum.
Leo menerima uluran tangan Nasha. "Leo," balasnya singkat.
Nasha tersenyum menatap Leo kagum. Pemuda di depannya ini terlihat seperti seorang pangeran di cerita dongeng. Pahatan wajahnya terlihat begitu sempurna. Auranya berkharisma walaupun tatapan datar pemuda itu menghiasi wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LEO
Teen FictionLeonardo Marcelino, sering dijuluki -Singanya Andromeda. Aura tajam miliknya seakan membuat gentar semua orang yang ingin mendekatinya. Keramaian adalah hal yang paling tidak disukainya. Menurut Leo, hidup tenang jauh lebih menyenangkan. Kehidupanny...