Hampir saja Leo ketinggalan bus yang akan mengantarkan mereka ke bumi perkemahan. Untung saja masih tersisa waktu 5 menit sebelum berangkat. Kehadirannya langsung disambut oleh Leoni dan beberapa teman sekelasnya yang sudah duduk manis di bangku bus. Tanpa lama-lama, Leo langsung duduk di sebelah Leoni. Gadis itu berwajah cemberut, mungkin merasa kesal karena dirinya yang tidak kunjung datang.
"Leo lama banget! Pasti sibuk ngukir alis!" ujar Leoni, sewot. Pipinya iti menggembung lucu yang membuat Leo tertawa kecil melihatnya. Bukanya terlihat menakutkan, gadis itu justru terlihat begitu menggemaskan.
"Gue kesiangan," balas Leo sembari tersenyum. Senyum yang jarang sekali pemuda itu perlihatkan, sukses membuat kekesalan Leoni hilang. Ah, Leo memang paling jago untuk meluluhkan hatinya.
"Tadi malem begadang, ya?" terka Leoni. Ia bisa melihat kantung mata pemuda itu yang sedikit menghitam.
Leo menggeleng pelan. Ia pun melepas jaketnya lalu menyampirkannya di kedua bahu Leoni. Gadis itu tidak memakai jaket. Jadi, ia berinisiatif memberikan jaket mahalnya untuk Leoni. "Cuma sampai jam dua."
Leoni langsung melotot. Baru saja ia hendak membuka mulutnya, tiba-tiba supir bus itu berhenti dadakan hingga membuat kepalanya terantuk bangku depannya. "Sakit ih!"
Leo menggeleng-gelengkan kepalanya lalu ikut mengelus dahi Leoni yang terlihat memerah. "Itu tandanya lo kena azab, On. Jangan marah-marah, makin tua mampus lo."
"Kok jadi Leo yang marahin Oni?!" tanya Leoni merasa sebal.
"Kata siapa gue marah?"
"Tadi."
"Enggak. Gue gak marah."
"Ih ngeselin!" Leoni memalingkan wajahnya ke arah jalanan.
"Yah, marah," ucap Leo dengan nada yang dibuat-buat.
"Biarin!" ujar Leoni dengan nada ketus.
"Gak peduli sih," balas Leo. Hal itu langsung mendapat pelototan tajam dari Leoni. Dasar cowok tidak peka! Seharusnya, jika dirinya marah, Leo harus membujuknya seperti karakter wattpad yang selama ini dirinya temukan. Yang selalu romantis dan baik hati.
"Udah jelek, ngeselin, gak peka, siapa lagi kalau bukan Leo!" sentak Leoni berapi-api.
"Udah bawel, gemesin, cantik, siapa lagi kalau bukan Oni!" balas Leo ikut-ikutan, tetapi bukan mengejek melainkan sebaliknya.
Leoni memegang kedua pipinya yang memerah. Melihat itu, Leo langsung menyemburkan tawanya. Mudah sekali membujuk Leoni. Dipuji sedikit saja sudah membuat gadis itu terbang ke atas awan.
"Oni baper! Tanggung jawab!" titah Leoni, masih memegangi kedua pipinya.
"Males," balas Leo, singkat. Ia memilih untuk mengambil buku pelajaran. Mulutnya terasa pegal karena terlalu banyak berbicara. Apalagi hari yang masih pagi. Lebih baik ia memanfaatkan waktu untuk belajar daripada ribut dengan Leoni.
"Buku terus, Oninya kapan?" tanya Leoni. Raut wajahnya berubah memelas.
"Males," jawab Leo.
"Nyebelin banget. Oni gak mau ngomong sama Leo pokoknya! Nyebelin, nyebelin, nyebeliinn!!!" celoteh Leoni penuh dendam.
"Pacaran teroooosssss!!" sorak Rara yang duduk di bangku belakang mereka.
"Iri? Bilang bos! Papalepapale," timpal Adam yang duduk di seberang Rara. Kelakuan ketua kelas itu membuat beberapa siswa lainnya tertawa. Dasar Adam.
"Sama gue aja, Ra. Dengan senang hati," tawar Adam dengan kerlingan di matanya.
Rara bergidik melihatnya. Sebenarnya, wajah Adam juga termasuk dalam kategori tampan. Namun, karena sikapnya yang terlalu berlebihan kepadanya itu membuat dirinya sedikit jijik. "Ogah! Gak level!" tolak Rara mentah-mentah.
KAMU SEDANG MEMBACA
LEO
Teen FictionLeonardo Marcelino, sering dijuluki -Singanya Andromeda. Aura tajam miliknya seakan membuat gentar semua orang yang ingin mendekatinya. Keramaian adalah hal yang paling tidak disukainya. Menurut Leo, hidup tenang jauh lebih menyenangkan. Kehidupanny...