54

569 75 17
                                    

"Hai, ILY."

"Hai juga, Ra. Sudah lama kita tak bertemu."

Aku nyengir. "Namanya juga misi mendadak. Kami tak sempat mengabarimu, apalagi mengabari Miss Selena dan yang lainnya. Apa kau sudah karatan di basement Ali?" candaku.

ILY ber-puh. "Bukan karatan lagi, tapi lumutan. Walau hanya tiga hari ditinggal kalian, aku kesepian tau disana. Kalian ini kenapa sangat nekat sekali sih?! Kenapa kalian melakukan petualangan super berbahaya seperti ini tanpa aku atau pendamping lainnya?! Kalian membahayakan nyawa sendiri, tau tidak?"

Seli mengernyitkan dahinya, tampak tak setuju dengan ILY. "Memangnya sejak kapan kita berpetualang tanpa mempertaruhkan nyawa? Tidak ada 'kan?" Ia mengangkat bahu santai lantas kembali melongokkan kepalanya ke luar kapsul.

ILY seketika terdiam. Dia jelas tau betul nyaris semua petualangan kami berbahaya dan mempertaruhkan nyawa. Tapi bahkan sampai sekarang kami masih hidup tuh. Sehat wal'afiat.

Aku menatap hamparan samudra sambil tersenyum. Angin yang cukup kencang memainkan rambutku, disertai dengan suara debur ombak memecah telinga. Aku melongok ke bawah, memperhatikan siluet ikan-ikan yang terlihat disana. Kebanyakan berukuran kecil. Sekawanan lumba melewati kapsul, membuat Seli memekik kegirangan lantas memotretnya dengan ponsel teknologi Klan Bulan yang dipinjami Ali.

Kapal-kapal nelayan beberapa kali terlihat, terlihat tengah menjaring ikan. Tak hanya kapal nelayan, ada satu-dua kapal kargo yang juga berisi sepasukan tentara bersenjata senapan. Mereka tak menyadari ada kapsul masa depan –– taulah, ini 'kan tahun 1915 –– melintasi kapal mereka.

Yah, karena Ali mengaktifkan mode transparan. Cowok itu tengah berkutat dengan layar hologram nya. Hamparan peta bawah laut tertampang jelas sampai ke detail-detailnya. Bahkan lubang terkecil pun kelihatan disana. Dia meminum jus jambunya sesekali lantas kembali berkutat lagi.

Kemarin kami beristirahat full di penginapan dekat pantai. Paginya barulah kami berangkat, setelah memanggil ILY tentunya.

Untuk saat ini kapsul terbang melintas permukaan. Ali membiarkan aku dan Seli menikmati pesona samudra dari permukaannya terlebih dahulu. Nanti barulah menyusuri bagian dalamnya.

"ILY, tolong diamlah. Kau ini cerewet sekali. Ya, kami mengaku kalau kami ini nekat. Puas?" cerca Ali yang terganggu karena pencarian kapal karamnya diganggu ILY.

"Ya dan tidak. Kalian keterlaluan. Apa yang akan dikatakan Miss Selana dan Av mengetahui hal ini? Kalian melintasi dimensi ruang dan waktu demi mencari Tiga Senjata, itu sangat gila!"

Ali memutarkan bola matanya. Wajahnya jengkel sekali tapi belum ada niatan untuk membentak ILY. Telinganya mungkin pekak karena ocehan sang kapsul yang sama sekali tak membantu pencariannya, tapi ia masih berusaha bersabar.

"Lebih baik kau bantu aku. Dua cewek itu sama sekali tak membantu, malah keasyikan melihat kawanan lumba-lumba dan berbagai biota laut lainnya," katanya sembari melirik Seli dan aku.

Aku mendengkus. Bagaimana kami membantu kalau Ali saja memarahi kami karena tak sengaja memencet tombol layar hologram dan membuatnya error sebentar?!

Aku mengaku bersalah. Tapi dia sendiri yang menyuruh kami diam. Dan sekarang dia malah mengomentari kami?! Duh, ingin sekali kulempar Ali ke samudra supaya dimakan hiu.

"Baiklah, aku mengalah kali ini. Lagipula percuma juga derdebat denganmu."

Ali menyeringai puas. "Nah, itu juga kau tau."

Hening sejenak. Layar hologram telah menunjukkan banyak sekali kapal karam atau puing-puing bekas kapal, tetapi belum ada yang sesuai. Aku heran kenapa begitu banyak kapal, apakah ini karena Perang Dunia I? Maksudku, bagaimana kalau kapal-kapal itu dulunya dibom atau ditenggelamkan karena suatu alasan? Karena melanggar otoritas, mungkin.

A Story of Raib Seli AliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang