Kami berbelok ke kiri saat menemukan perempatan, terus menuju sumber suara. Panas makin menggeronggoti tububku. Kulitku terasa seperti dipanggang -- bukan berarti aku pernah dipanggang betulan. Akan tetapi suara itu lebih menyiksa. Tubuhku terasa dicakar ribuan tangan tak terlihat, perutku melilit, telingaku pekak akibat suara, bahuku seperti dihantam godam raksasa.
Penyiksaan macam apa ini? Makin dekat ke sumber suara, tubuhku makin kesakitan. Dan anehnya, aku tak bisa menghentikan lari menuju sumber suara.
Kami tiba tepat di tengah labirin. Luasnya sekitar delapan kali tujuh meter. Disanalah, tubuh kami seketika membatu. Tubuhku tak kepanasan lagi, tapi sebagai gantinya, jantungku terasa ditusuk pisau. Kaki kami gemetaran. Seli tertuduk menangis, wajah Ali mengeras. Aku? Tak melakukan apapun. Hanya berdiri dengan mata yang sudah basah, tapi air matanya tak berhasil keluar.
Lihatlah! Di depanku, ternampak tubuh-tubuh tak bernyawa yang mati mengenaskan. Aku mengenal beberapa dari mereka. Mereka ... panglima-panglima Pasukan Bayangan. Ilo, Vey, Ou, Mala, Hana, dan teman-temanku yang lainnya-- meninggal. Di sekitar mereka, berdiri ratusan orang berjubah hitam dan bertopeng. Kapsul-kapsul teronggok membisu dimana-mana, rusak parah. Rumah, kantor, sekolah, dan tempat-tempat lainnya roboh. Termasuk Perpustakaan Sentral dan Tower Sentral.
Panglima perang mereka, seorang pria yang berusia sekitar dua puluh lima tahun dan bermata hijau laut. Wajahnya tampan andaikan tak dipenuhi luka-luka akibat peperangan. Raut wajahnya tegang, gigi-ginya bergemelatuk, tatapan matanya sebuas singa. Aku tak tau siapa dia.
Di hadapannya, berdiri seorang wanita berambut keriting. Wajahnya penuh lebam, dari lengannya menguncur darah segar, kakinya patah. Alhasil dia berdiri dengan satu kaki. Walaupun kondisinya teramat parah, tapi dia belum menyerah sama sekali. Dia gentar melawan sakit.
Karena dia tau, peperangan ini harus dimenangkannya.
Dialah guru Matematikaku. Dialah pengintai terbaik Klan Bulan setelah Batozar.
Miss Selena.
Tak jauh darinya, Panglima Tog, Faar, dan Av tergeletak pingsan. Hanya dirinya yang masih sadar. Sementara pasukan musuh masih banyak yang tersisa, sekitar dua puluh lima orang. Dan dia harus melawan mereka beserta panglimanya sendirian.
Sang panglima -- pihak musuh -- menyeringai. Rambutnya yang acak-acakan menutupi dahinya separuh, pun lepek terkena debu dan darah. Dia membawa pedang di tangan, bukan malah tabung perak. Sang panglima adalah petarung hebat, hingga dia tak memerlukan bantuan tabung tersebut. Sementara, pedangnya? Digunakan untuk menebas pihak lawan. Entah kepala, tangan atau kaki. Dia sengaja menggunakan senjata kuno tersebut karena menurutnya, membunuh akan lebih asyik menggunakan pedang. Singkatnya dia psikopat.
'Peperangan sudah berakhir, Selena. Kalian sudah kalah, kami menang. Menyerahlah, maka kau akan mati dengan cara yang lebih lembut.' Sang panglima menunjukkan pedangnya yang sudah berlumur darah.
'Aku takkan menyerah. Ini klan-ku, aku harus melindunginya. Lagipula aku takkan mati ditangan psikopat seperti dirimu!'
Sang panglima menggertak. Matanya hijaunya liar bergerak kesana-kemari -- memperkirakan penyerangan yang tepat.
'Baiklah jika itu maumu. Tapi mau bagaimana pun juga, kami sudah menang. Karena kau menolak penawaranku, maka aku akan membunuhmu dengan cara yang menyakitkan.'
Miss Selena gemetaran. Tubuhnya merosot ke tanah, tak kuat lagi menahan beban. 'Kemana si Tanpa Mahkota? Kenapa dia tak datang? Apa dia sepengecut itu sampai menghindari perang?'
Miss Selena tau jelas alasan si Tanpa Mahkota tak ada disini. Dirinya hanya mempercepat kematiannya sendiri. Dia tau kematiannya sebentar lagi, dan dia juga sudah menyerah. Tak ada lagi harapan. Miss Selena mengkhianati perkataannya sendiri. Saat dirinya berkata bahwa ia takkan menyerah, dia berusaha membangkitkan semangat. Hasilnya, nihil. Hanya keputusasaan yang dia dapat.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Story of Raib Seli Ali
FantasyINI ADALAH FANFIC DARI BUMI SERIES! JANGAN NGIRA MACAM-MACAM! KALAU NGGAK SUKA, PERGI AJA! SAYA TAKKAN MENGHALANGI KALIAN! Petualangan kami ternyata belum berakhir. Musuh besar berhasil keluar dari Bor-O-Bdur dan berhasil menyatukan ketiga potongan...