10

1.1K 102 16
                                    

Arrgghh

Aku benci ini!

Berusaha untuk tidak mengutuk diri, aku perlahan bangun dari kasur. Keadaan di luar masih sangat gelap, hanya cahaya rembulan yang menjadi penerangan.

Suasana yang seharusnya ricuh kini menjadi damai dan tenang. Pasalnya, si kembar tidak berubah wujud menjadi Ceros. Itu karena, Ali telah memberikan mereka sepasang Sarung Tangan Bumi sehingga mencegah mereka berubah menjadi Ceros di malam hari.

Si kembar tentu saja senang, setelah ratusan -- bahkan mungkin ribuan -- mereka bisa kembali tidur nyenyak di kasur, membawa diri mereka ke mimpi tak terbatas.

Si Tanpa Mahkota, laki-laki itu, sepertinya masih marah denganku. Dia, sejak insiden tadi, tidak mau bertatap muka denganku. Mukanya senantiasa dilipat, dan pada akhirnya dia keluyuran di gunung Bor-O-Bdur. Butuh waktu cukup lama bagi kami menemukannya. Dan yang paling menyebalkan, saat kami sudah mencarinya -- menggunakan alat canggih Ali -- di gunung Bor-O-Bdur dia tak ada disana. Malahan, dia berbaring enak-enakan di kasur sambil membaca buku tua.

Aku bisa melihat amarah Ali sudah mencapai ubun-ubun saat itu, seolah seperti gunung yang siap meletus kapan saja. Si Tanpa Mahkota memasang ekspresi tak bersalahnya sambil tetap membaca buku.

Aku tertawa kecil mengingat kejadian itu, Ali benar-benar marah sampai dia mengumpat tak jelas hingga ke kamarnya.

Aku mau kemana ya sekarang? Aku nggak bisa tidur!

Aku membanting diri di kasur, menghela napas sebal setelah yang keseribu kalinya. Menoleh Seli yang tertidur pulas di sampingku sambil memeluk guling, aku merenggut jijik mengetahui gadis itu mendengkur pelan. Dia bahkan mengeluarkan air liurnya, yang membuatku -- sekali lagi -- jijik.

Aku tak tau kenapa aku tak bisa tidur. Padahal tak ada hal yang kupikirkan, tapi kenapa aku sudah sekali tidur? Apa aku terkena insomnia? Kalaupun iya, sudah pasti bisa kusembuhkan tadi. Tapi sampai sekarang pun aku tak bisa menyembuhkannya. Jadi, kupikir itu bukan insomnia.

Apa Tuhan tidak mengizinkanku tidur? Huh, buat sudah saja!

Merutuk sebal, aku akhirnya memilih keluar dari kamar. Aku sempat melirik kamar Ali - mendengarkan dengkuran kasarnya. Memutar bola mata malas, aku beralih ke kamar Ngglanggeram. Untunglah, dia tertidur nyenyak di kasur. Sama seperti Ngglanggeran di samping kamarnya.

Beralih lagi ke kamar paling depan di rumah ini, kamar si Tanpa Mahkota. Aku ragu-ragu membukanya, tersentak kaget saat melihat kamar itu kosong. Kamar itu tidak ada penghuninya, kosong melompong. Aku masuk kesana, memperhatikan isi kamar yang sangat rapi dan bersih.

Diam-diam aku tersenyum kecil, tak kusangka si Tanpa Mahkota adalah orang yang peduli akan kebersihan. Biasanya, para kaum Adam akan memiliki kamar berantakan dengan sampah dimana-mana, berbeda lagi dengan si Tanpa Mahkota. Dia, kupikir, tidak buruk juga.

Mataku tak sengaja menangkap suatu bayangan di halaman luas Bor-O-Bdur. Aku mendekat ke jendela, memperhatikan bayangan itu dari kejauhan. Saat didekati, aku bisa melihat sosok yang tengah berbaring di rerumputan.

"Siapa itu?"

Plop!

Aku menghilang lantas muncul tak jauh dari sosok itu. Sosok itu benar-benar berbaring di rerumputan, tanpa memedulikan hawa dingin yang menusuk kulit.

Diam-diam, aku menggigil kedinginan, hawa disini memang sangat dingin. Dan sayang sekali aku tak memakai baju teknologi Klan Bintang yang bisa melindungiku darinya.

Perlahan aku mendekati sosok itu, nampaknya sosok itu belum mengetahui kedatanganku. Atau dia memang pura-pura tidak tau?

Pikiranku melesat ke kamar si Tanpa Mahkota yang tak ada penghuninya, dan semua orang juga sudah tidur. Jadi, aku bisa mengambil kesimpulan kalau sosok itu adalah si Tanpa Mahkota.

A Story of Raib Seli AliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang