8

1.1K 106 13
                                    

"Apa tadi kamu bilang Ali?"Ngglanggeran balik bertanya, dia masih syok dengan ucapan Ali tadi.

Ali hanya mengangguk sebagai jawabannya. Si kembar saling pandang, berbagi pendapat.

"Kamu mau liburan disini Ali?"

Ali mengangguk lagi. "Tapi kenapa harus disini? Dan, memangnya sekolah kamu libur?"sahut Ngglanggeran.

Karena aku gregetan dengan Ali yang sedari cuma mengangguk terus, akhirnya aku menjawab pertanyaan Ngglanggeran.

"Ya, sekolah kami libur tiga hari, dan kami memutuskan untuk liburan disini. Erm, boleh kan?"

"Boleh-boleh saja sih, tapi kenapa kalian lebih memilih tempat ini dibanding destinasi wisata lain? Bukannya ada tempat yang jauh lebih indah dibanding Bor-O-Bdur?"sahut Ngglanggeram.

"Ya, memangnya tidak boleh kami liburan disini. Lagian kan, kami ingin menghabiskan waktu bersama kalian."Ali cemberut sebal. Ngglanggeram tertawa geli.

"Oke oke, daripada kita berdebat, lebih baik sekarang kita sarapan sekarang. Masalah liburan itu, oke, kamu boleh disini. Asalkan jangan cari masalah, terutama pada anak-kecil-sering-merajuk-dan-galau itu,"jawab Ngglanggeran.

"Baiklah, kalau boleh tau si Tanpa Mahkota sekarang dimana?"tanya Seli. "Lagi tidur tampan ala-ala pangeran di kamarnya. Tidak apa-apa, biar aku yang membangunkan dia. Kalian tunggu disana!"Ngglanggeram menunjuk ke sebuah pohon besar di tengah Bor-O-Bdur. Dulu, kami sering menghabiskan waktu disana--termasuk makan.

Kami bertiga mengangguk paham, kami pun segera pergi ke sana dengan Ngglanggeran. Ngglanggeran tengah sibuk memasak makanan begitu kami sampai di bawah pohon itu.

Tak butuh waktu lama, datanglah Ngglanggeram dan si Tanpa Mahkota -- yang mengekor di belakangnya dengan muka datar. Dia melirik sinis pada Ali, yang ikutan dibalas lirikan dari Ali. Terkadang aku heran dengan mereka, kakek dan cucu kok malah mirip kucing sama tikus? Kerjaannya bertengkar terus.

Si Tanpa Mahkota masih sama seperti tak yang terakhir kali kulihat, tubuhnya yang gagah perkasa bin atletis, rambut hitam sebahunya masih sama bergelombang seperti dulu, wajahnya yang seperti pahatan kayu sempurna -- sangat tampan -- eh?

Cara pandang mata biru itu masih sama seperti itu, penuh kebencian. Tapi sekarang, itu bercampur dengan sorot mata acuh tak acuh yang jarang sekali diperlihatkan pada kami. Si Tanpa Mahkota, dia masih sama benci nya dengan kami. Tapi sekarang, dia tak bisa melakukan apapun lagi. Dia tak punya pasukan yang dulu senantiasa mengekorinya bak anak ayam, dia sudah kehilangan mereka semua.

Dan dia sudah kehilangan semuanya. Apa yang sudah susah payah ia dapatkan, direbut begitu saja. Hatinya yang sekeras batu selalu membujuk dia untuk balas dendam, tapi sayang, itu berakhir mengenaskan.

Aku menatap si Tanpa Mahkota lekat-lekat, kalau dilihat-lihat dia nampak lesu dan tak bertenaga. Kantung mata tercetak jelas di bawah matanya, menunjukkan kalau dia kurang tidur. Matanya pun agak memerah. Apa yang terjadi dengannya?

Dan yang jadi pertanyaannya, kenapa ada luka goresan di pipi kanannya? Si Tanpa Mahkota jelas adalah orang yang punya ketahanan fisik yang kuat, dia takkan terlukai dengan mudah, walau itu cuma tergores sekalipun. Kalau begitu, apa yang dia lakukan sampai mendapat luka itu?

Malas berpikir, aku pun mengangkat bahu. Mungkin dia tidak sengaja tergores kaca atau benda tajam lain. Paling-paling, hanya butuh lima menit nanti lukanya hilang sendiri. Dia kan punya regenerasi yang cepat.

"Heh, daripada kau memelototi Ali seperti itu, lebih baik kau makan. Nih, aku masakkan makanan kesukaanmu!"Ngglanggeran menyodorkan piring berisi potongan pie pada si Tanpa Mahkota.

A Story of Raib Seli AliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang