Aku dan Seli melongo, anak ini tak salah bicara kan? Dia baru saja bilang Bor-O-Bdur? Sungguh, kumohon jangan bergurau Ali.
Ali berdekip-kedip tak mengerti tatapan kami. Tapi kemudian dia menghela napas panjang. Seperti tau apa maksud tatapan kami, Ali membuka mulutnya. Hendak berbicara, tapi....
"Be — "
"Ali, apa kau gila? Ke Bor-O-Bdur? Disana kan ada si Tanpa Mahkota,apa kau tak punya tempat destinasi lain selain tempat itu?" sambarku. Ali berdehem.
"Ya, aku tau. Tapi aku kan hanya ingin kesana, kita sudah lama tak bertemu Ngglanggeram dan Ngglanggeran. Lagipula kan kita cuma liburan, bukan mau ngajak war si Tanpa Mahkota." Ali berkata santai. Seolah dia mengabaikan fakta bahwa ada Pangeran-Galau-Baperan-Tak-Punya-Mahkota disana.
"Tapi itu kan berbahaya Ali, nanti kalau si Tanpa Mahkota tiba-tiba menyerang kita gimana? Dia kan sangat benci pada kita, baru lihat wajah kita aja udah pengen dibunuh," komentar Seli. Aku meng-iyakan.
Ini bukan masalah rindunya Ali pada si kembar, tapi ini masalah si Tanpa Mahkota. Lelaki itu takkan membiarkan kami disitu, hidup dengan tenang. Pasti akan ada yang dia lakukan, untuk mengusir kami, untuk membuat kami tersiksa disana. Mata birunya itu bukan sesuatu yang enak dipandang. Memang mata biru itu indah, sebiru lautan, tapi mata itu penuh kebencian dan ambisi. Tatapannya bisa setajam silet, tapi juga bisa lebih membunuh dibanding malaikat maut.
Intinya, dia takkan membiarkan kami disana hidup dengan tenang.
"Itu tak akan terjadi Seli, si Tanpa Mahkota dijaga ketat oleh si kembar. Jadi dia tak mungkin menyerang kita, walau dia sangat membenci kita."
Aku dan Seli saling pandang, berbagi pendapat. Ini hal yang nekad, sangat nekad. Pergi ke Bor-O-Bdur untuk liburan sudah seperti menggali lubang kubur sendiri.
"Tidak Ali, aku tak setuju," kataku yang dibalas anggukan setuju dari Seli. Ali menghela napas. Padahal kan cuma liburan? Apa salahnya? Demikian yang dia pikirkan.
Ali mendorong mangkuk baksonya, menyeruput es teh nya sampai habis, lalu memandangku serius.
"Ayolah Ra, ini kan cuma liburan. Apa salahnya sih?"
"Kenapa kau bersikeras ingin kesana Ali? Kau rindu pada kakekmu itu?" ejek Seli. Ali mendelik sebal.
"Sudah kubilang ini cuma l i b u r a n! Aku malas duduk di ruang sendirian. Makanya aku mengajak kalian."
"Malas? Bukannya kau sangat suka bereksperimen? Gunakan saja hobimu itu untuk mengusir kemalasanmu." Seli melambaikan tangannya.
"Ya, memang. Tapi itu kan berbeda, kalian pikir kalau aku terus bereksperimen otakku akan fresh begitu? Tentu saja tidak, malah nanti akan tambah stress. Ayolah teman-teman, aku sangat ingin kesana."Ali merengek. Menunjukkan puppy face nya.
Dan sejak kapan Ali bisa punya wajah seperti itu? Maksudku, Ali tak pernah menunjukkan ekspresi seperti itu. Dia bukan Seli, yang selalu merengek apabila keinginannya tidak diwujudkan. Dia bukan Seli, yang manja minta ini itu.
Dia adalah Ali, yang tak pernah menunjukkan kemanjaannya pada orang Ali. Karena dia bukan anak manja. Dia bukan anak yang selalu merengek. Dia adalah Ali, yang akan tetap kekeh pada pendiriannya dan akan berdebat sampai dia mendapatkan apa yang diinginkannya.
Aku dan Seli sekali lagi berbagi pandangan, kami sama herannya. Sementara Ali, dia sadar kalau dia terlalu berlebihan dengan puppy face itu, langsung menormalkan wajahnya.
"Sekali lagi, tidak Ali. Itu terlalu berbahaya, kalau kau mau silahkan pergi sendiri. Itupun kalau liburan benar-benar datang," kataku lantas bangkit dari bangku.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Story of Raib Seli Ali
FantasyINI ADALAH FANFIC DARI BUMI SERIES! JANGAN NGIRA MACAM-MACAM! KALAU NGGAK SUKA, PERGI AJA! SAYA TAKKAN MENGHALANGI KALIAN! Petualangan kami ternyata belum berakhir. Musuh besar berhasil keluar dari Bor-O-Bdur dan berhasil menyatukan ketiga potongan...