Hari yang dinantikan datang, aku sudah bersiap dengan baju hitam teknologi Klan Bintang lalu merubahnya menjadi kaus putih dengan balutan jaket dan celana jeans. Nanti-nanti mungkin aku akan merubahnya lagi kalau sudah sampai di Bor-O-Bdur.
Masalah 'minta izin pada orang tua' sudah selesai. Aku berhasil menyakinkan Papa dan Mama tentang liburan itu. Mula-mulanya sih, mereka nampak khawatir. Tapi, setelah aku yakinkan berkali-kali -- sampai bibirku lelah mengucapkan kata-kata yang sama -- mereka pun akhirnya mengizinkan. Walaupun sepertinya Mama masih khawatir, tapi beruntung Papa segera meyakinkan Mama kalau aku nanti akan 'baik-baik saja'.
Sebenarnya, rencana ini terlalu mendadak. Bagaimana tidak, siangnya kami memutuskan untuk ke Bor-O-Bdur, malamnya aku sibuk mengemasi barang-barang seperti baju, celana, topi, novel, atau yang lainnya ke dalam koper. Itu cuma bohongan sebenarnya.
Karena nantinya, barang-barang itu akan dipindahkan ke tas teknologi Klan Bintang supaya lebih praktis. Sementara koper akan ditinggal di basement Ali.
Haruskah aku menyebut ini adalah rencana nekat? Tapi dari segi mana?
Sebenarnya aku takut. Buka karena ada si Tanpa Mahkota disana--walaupun aku masih ragu apakah dia akan menyakiti kami atau tidak -- tapi karena aku takut kalau nanti kami ketahuan oleh Miss Selena, Av, Panglima Tog, dan yang lainnya.
Apa mereka akan marah?
Buru-buru aku menghapus bayangan Miss Selena yang ngamuk bak singa garong gara-gara hal ini.
Kupikir itu takkan terjadi. Semoga saja.
Setelah benar-benar memastikan tak ada barang yang ketinggalan -- sebenarnya aku tak terlalu membawa banyak barang -- aku lompat ke kasur lantas tidur.
Sekali lagi aku merapikan tatanan rambut hitam lebatku, setelah selesai, aku mengucirnya seperti biasa.
Aku berjalan menuju ruang makan -- yang sudah ada Papa dan Mama disana. Seperti biasa, Papa menyeruput kopi dan membaca koran pagi. Pakaian kantornya terlihat rapi dengan dasi hitam yang menyangkut di lehernya. Sementara Mama menyiapkan sarapan dan menatanya di meja. Aku membantu Mama sebentar sebelum menyantap sarapan.
Sarapan berjalan dengan normal. Mama sesekali mengingatkanku apakah ada barang yang ketinggalan atau sekedar menanyakan rencana liburanku di Jepang nanti -- pastinya itu bohongan.
Papa menasehatiku agar selalu menjaga kesehatan disana, aku hanya meng-iyakan. Toh, aku kan punya Teknik Penyembuhan, jadi untuk apa repot-repot memanggilkan dokter.
Setelah sarapan, aku kembali ke kamar dan mengambil koper serta tas ransel ku.
"Benar-benar tidak ada barang yang ketinggalan kan Ra?"tanya Mama memastikan. Dia mengecek sekali lagi isi koperku.
"Iya Ma, nggak usah khawatir. Barangnya udah lengkap kok,"jawabku sambil mengulas senyum. Mama menatapku dengan tatapan sayu, aku hanya bisa membalasnya dengan senyuman. Berusaha mematikan bahwa aku akan baik-baik saja.
"Hati-hati ya Ra,"kata Mama sambil memelukku. Aku mengangguk paham.
Setelah beberapa detik, Mama melepaskan pelukannya. Dia ganti tersenyum senang, menyembunyikan kekhawatirannya.
"Jangan lupa bawa oleh-oleh Ra!"seru Papa tiba-tiba. Aku terkekeh pelan mendengarnya, untuk masalah oleh-oleh sudah diurus oleh Ali. Mungkin si biang kerok itu akan menyuruh salah satu maid nya ke Jepang. Membayangkannya saja sudah menggelikan apalagi benar-benar terjadi.
Aku menyalami tangan Mama, hari ini Papa akan mengantarku ke rumah Ali. Dia memasukkan koperku ke dalam mobil di jok belakang, sementara aku duduk di kursi samping Papa.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Story of Raib Seli Ali
FantasyINI ADALAH FANFIC DARI BUMI SERIES! JANGAN NGIRA MACAM-MACAM! KALAU NGGAK SUKA, PERGI AJA! SAYA TAKKAN MENGHALANGI KALIAN! Petualangan kami ternyata belum berakhir. Musuh besar berhasil keluar dari Bor-O-Bdur dan berhasil menyatukan ketiga potongan...