Lapis? Penguasa kegelapan abadi? Apa maksudnya itu? Siapapun Lapis, aku bertaruh dia bukan makhluk baik-baik. Dia membunuh banyak orang yang masuk ke tempat tinggalnya – Gua Kegelapan – lalu mayatnya dibuang entah kemana.
"Penguasa kegelapan abadi? Terdengar mengerikan. Tapi apakah memang tak ada satupun orang yang mengetahui wujudnya. Makhluk seperti apa dia?" tanya Ali.
"Tidak ada yang tahu, Ali. Ada orang yang menganggap Lapis adalah penyihir – itu sangat tak masuk akal. Ada juga yang menganggapnya adalah hewan mematikan. Seperti ular, mungkin? Tapi sejatinya, siapapun yang sudah bertemu Lapis, akan langsung mati ditangannya," jelas Ax dengan wajah gelisah.
Dari sini aku paham, bahwa Lapis adalah makhluk yang ditakuti banyak orang. Wujud dan kekuatannya misterius, tak ada yang tau.
Aku jadi penasaran dengan wujud Lapis? Apa dia sangat mengerikan layaknya Typhon? Kalau memang begitu, lebih baik aku tak dekat-dekat dengannya. Bisa-bisa aku langsung mati bahkan sebelum aku sempat menyerang.
Aku segera mengusir bayangan wujud Lapis yang kusamakan dengan Typhon, monster mengerikan yang berhasil dikalahkan oleh sang raja dewa sendiri.
Tak lama kemudian, datanglah pelayan yang membawa pesanan kami. Wadah supku bukanlah mangkuk seperti di zamanku, melainkan dari tanah liat. Ya, aku tidak heran sih. Namanya juga masa lalu. Sementara sendoknya juga terbuat dari tanah liat.
Aku menciun aroma sup yang lezat. Segera tanganku lincah menyendok kuah sup lantas menyuapnya ke mulut. Mataku berbinar bahagia, rasana jauh lebih lezat dibanding yang kubayangkan.
Wah, kalau begini, Kaar bisa-bisa kalah kualitas masakannya. Aku cekikikan mendapati pemikiran itu.
"Memangnya dimana tempat itu – Gua Kegelapan?"
Ax yang mendengar itu tersedak. Dia meraih gelas minumannya lantas meneguk kopinya sampai habis setengah. Mata hazel nya itu melotot menatap Ali. Sementara Ali mengerjap-ngerjap bingung, tangannya yang menggenggam roti isi tuna terhenti di udara.
Beberapa pasang mata menatap kami. Mereka melempari kami tatapan terkejut, waspada, dan takut. Ucapan Ali pasti terdengar jelas di telinga mereka.
"Kenapa kau bertanya seperti itu?" Ax merendahkan suaranya hingga nyaris berbisik.
"Aku ... hanya bertanya. Tidak boleh?" Ali menjawab polos. Dia tak memedulikan tatapan orang lain yang lebih ditujukan padanya.
"Tidak apa-apa sih. Kupikir kalian akan pergi kesana. Aku khawatir kalau nanti kalian kenapa-napa, apalagi mati di tangan Lapis."
"So sweet," ujar Seli. Aku melotot sambil menyubit pahanya. Seli mengaduh tapi juga nyengir lebar. Dia mengangkat kedua jarinya hingga membentuk peace.
"Jadi, dimana tempat itu?" tanya Ali lagi. Dia menggigit roti isi gunanya besar. Saking besar mulutnya menganga, bisa kusamakan dengan kuda nil.
Baik, bukan waktunya bercanda!
"Pergilah ke timur. Kalian akan menemukan Hutan Bayangan disana. Tepat di tengah hutan, Gua Kegelapan berdiri. Kuharap kalian tak berniat pergi kesana," tukas Ax. Dia menyuap serealnya ke dalam mulut.
"Kenapa namanya aneh-aneh ya? Lapis, Gua Kegelapan, dan Hutan Bayangan," cuman Seli.
Ax mengiyakan. "Nama itu sebenarnya dinamakan oleh penduduk setempat. Karena, yah, tempatnya mengerikan. Menginjakkan kaki di Hutan Bayangan saja sudah membuatmu terasa dicekik."
"Apa di hutan itu dipenuhi bayangan?" Pertanyaan tak masuk akal terlontar dari bibir Seli. Aku sampai dibuat mengerjap bingung padanya.
Hutan yang dipenuhi bayangan? Konyol!
KAMU SEDANG MEMBACA
A Story of Raib Seli Ali
FantasyINI ADALAH FANFIC DARI BUMI SERIES! JANGAN NGIRA MACAM-MACAM! KALAU NGGAK SUKA, PERGI AJA! SAYA TAKKAN MENGHALANGI KALIAN! Petualangan kami ternyata belum berakhir. Musuh besar berhasil keluar dari Bor-O-Bdur dan berhasil menyatukan ketiga potongan...