3

1.8K 155 16
                                    

Aku ber 'hem' malas. Ali melotot padaku sambil mengelus-elus telinganya yang memerah. Sejenak dia meringis kesakitan.

"Kau kenapa sih?" tanyanya.

Aku langsung menjitak kepalanya. Pakai ditanya kenapa lagi!

"Aduh, bisa nggak berhenti! Sakit tau! Udah dijewer, dijitak lagi. Kan sakit!" Dia cemberut sementara aku memutar bola mata jengah. Ali balas melotot sebal.

"Itu karena kau dibangunkan tidak bisa-bisa. Capek tau bangunin kau ini, dasar batu mendengkur!" balasku sambil bersedekap dada. Ali memutar bola matanya

"Ya sudah, kau mau apa kesini? Ganggu aja!" rungutnya.

"Kau mau 'kan satu kelompok sama kami?" Giliran Seli yang bicara, aku hanya memperhatikan. Ali menatapnya bingung, aku curiga dia tidak memperhatikan pelajaran tadi. Dia menelengkan kepalanya bodoh. Tatapan matanya benar-benar polos, tak mengerti apapun.

"Kelompok buat apa?". Dia memasang wajah paling bodoh sedunia. Seli langsung menggeleng-gelengkan kepalanya, sementara aku jangan tanya lagi. Benar-benar ingin menceburkan kepala Ali ke dalam kuali sup.

"Kelompok buat ngerjain tugas bahasa Inggris Ali. Kita disuruh buat cerpen dua halaman sama Mr.Theo."Seli memberitahu. Ali manggut-manggut bodoh. Dia membuat huruf 'o' di bibirnya.

" Ya udah kalau gitu, aku mau kok satu kelompok sama kalian. Tapi ngerjainnya kapan?"tanya Ali.

Seli menyikutku, minta persetujuan. Aku juga berpikir-pikir, kapan waktu yang tepat untuk mengerjakan tugas sialan ini? Hari ini aku tidak bisa, soalnya ada acara di rumah. Mama ada arisan —dan acaranya itu digelar di rumah — dan aku disuruh membantunya.

"Hari ini aku nggak bisa. Ada acara arisan. Besok aja gimana?" tawarku. Seli dan Ali nampak berpikir. Tapi kemudian mereka mengangguk setuju.

Aku ber-yes senang dalam hati. Tapi sebelum aku berkata-kata, Ali mengibaskan tangannya.

"Masalahnya udah selesai kan, kalau udah silahkan kalian ke bangku kalian. Aku mau lanjut tidur lagi."

Dia 'mengusir' kami.

"Dasar kebo! Tidur mulu kerjaannya! Ini udah istirahat Ali!! Kau nggak dengar bel berbunyi tadi?" gertakku kesal.

Memang benar, beberapa detik yang lalu, bel tanda insirahat berbunyi. Sebagian besar murid-murid akan menuju kantin, mengisi perut mereka yang keroncong. Menatap penjelasan rumit di papan tulis sudah cukup membuat perut mereka meronta-ronta minta diisi. Beberapa dari mereka akan pergi ke toilet atau taman. Menghabiskan makanan di taman atau di depan kelas sambil berbincang-bincang ria dengan temannya. Lapangan basket di tengah sekolah pun mulai ramai. Anak laki-laki disana sedang asyik bermain basket.

Ali menggeleng tak peduli, dia tetap 'mengusir' kami. Mendengus sebal,aku menyeret Seli menuju kantin. Ali di belakang, menggelengkan kepalanya frustasi lantas menenggelamkan kembali kepalanya di balik meja.

Karena sebal, aku sampai lupa kalau aku menyeret Seli terlalu kasar. Gadis berambut sebahu itu merintih kesakitan.

"Ra, lepasin!" Seli meronta-ronta. Aku melepaskan genggaman tanganku dari tangannya, baru sadar kalau aku terlalu kasar menyeretnya, aku meringis bersalah.

"Maaf," gumanku. Seli memutar bola matanya, dia mengelus-elus pergelangan tangannya. Sambil menggaruk rambutku yang tak gatal, aku kembali mengajak Seli menuju kantin.

Seli meng-iyakan saja, dengan sedikit menggerutu, dia mengikutiku ke kantin. Keadaan kantin sudah ramai saat kami datang, meja-meja sudah hampir penuh semuanya. Para penjual makanan dan minuman tengah sibuk melayani para pembeli (murid-murid). Seli sudah tak marah lagi denganku, dia sudah bisa tersenyum sekarang.

A Story of Raib Seli AliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang