22

774 83 38
                                    

Ctak

Sekejap, lampu menyala terang. Hal itu juga terjadi dengan semua lampu di gedung dan menara, satu per satu lampu mulai menyala – merambat. Layar-layar hologram muncul di atas meja, masih sama, memunculkan data pencurian dan korban para penjahat itu. Para robot dan drone juga 'hidup' kembali, mengambil posisi siaga secepat mungkin.

Aku masih termenung sambil memperhatikan sekitar. Terlihat jelas sekali kalau semua orang bingung saat ini. Beberapa dari mereka memasang posisi waspada, seolah tau kalau ada bahaya yang mendekat.

"Apa petugas penjaga sistem Tower Sentral sudah membenarkan jaringan listriknya?" tanya Panglima Tog.

Panglima Raz – Panglima Utara Pasukan Bayangan – yang baru saja menghubungi petugas sistem Tower Sentral mengangguk.

"Tapi, ada seseorang yang merusak sistem keamanan Tower Sentral, Panglima."

Panglima Tog menggertak kesal, firasatnya mengatakan kalau orang yang merusak sistem keamanan adalah penjahat itu. Kalian pasti tau siapa penjahat yang dimaksud.

"Kurang ajar! Siapa yang berani merusak sistem keamanan Tower Sentral?! Gedung ini memiliki tingkat keamanan yang tinggi jadi tak mungkin ada seseorang yang berhasil melakukan hal itu!" teriak Sekretaris Sar tak sabaran.

"Tidak ada yang tahu. Pelakunya merusak kamera pengawas lalu pergi secepat mungkin. Penjaga sistem keamanan dilumpuhkan (dibuat pingsan) sementara sehingga mereka tak tau siapa pelakunya."

"Lalu siapa yang memberimu kabar tadi?" Panglima Tog berujar. "Robot R-2456 yang memberitahu saya, Panglima. Robot itu, saat listrik sudah menyala, langsung menuju bagian sistem keamanan."

Panglima menganggukkan kepalanya paham. Dia nampak menghubungi seseorang lewat ponsel tipisnya. Aku dan Seli saling pandang, bingung. Tatapan mata Seli seolah mengisyaratkan 'perasaanku tidak enak Ra'. Aku hanya mengangguk samar sebagai balasannya, jelas aku tak kalah cemasnya dengan Seli.

Ctak

Lagi-lagi bunyi itu! Kali ini bukan pertanda listrik akan mati, listrik masih tetap menyala. Melainkan, tepat di tengah-tengah meja muncullah layar hologram tiga dimensi. Layar itu memperlihatkan sebuah – err– simbol?

Ya, kupikir begitu.

Ada seekor burung gagak hitam yang membawa trisula di cengkraman kakinya. Terlihat burung gagak itu mengepakkan sayapnya, sambil 'memamerkan' trisula di kakinya. Dua lingkaran mengelilingi gagak itu, garisnya bersentuhan dengan trisula tersebut.

Burung gagak?

Simbol itu berputar-putar layaknya gasing, akan tetapi hanya lingkaran bagian luarnya saja. Burung gagak itu sendiri tidak berputar-putar, dia tetap diam.

"Eh? Itu apa?" guman Panglima Tenggara Pasukan Bayangan. Aku mengetahuinya sih, dari simbol di pakaiannya. Setiap panglima memiliki simbol yang berbeda, tergantung gelar panglima mana yang akan mereka terima. Dan kebetulan aku sempat menghafal beberapa simbol Panglima Pasukan Bayangan – walau tidak semuanya.

Aku hanya berhasil menghafal empat simbol saja, Panglima Tenggara salah satunya.

Yah, daripada memikirkan simbol Panglima Pasukan Bayangan, lebih baik aku memikirkan simbol burung gagak ini. Apa maksud dari simbol itu?

"Saya belum pernah melihat simbol seperti itu," celutuk Sekretaris Sar sembari menggaruk tengkuk lehernya. Anggota rapat yang lain menyetujui hal itu.

"Burung gagak? Apa maksudnya simbol kematian ya?"

Ucapan Ali membuatku segera menyenggol perutnya sambil menaikkan alis. Aku tak tau kalau cowok itu percaya dengan takhayul seperti itu. Memang sih, ada mitos yang mengatakan kalau burung gagak adalah pertanda kematian. Tapi, aku mana percaya dengan hal seperti itu.

A Story of Raib Seli AliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang