28

161 20 18
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

...

•Tanda-tanda•

Pingsan dua kali, tensi tak kunjung normal, wajah semakin pucat, energi yang melemah.

Ana memandangi tampilan wajahnya di cermin setelah baru saja bangun. Ia memperhatikan wajah pucatnya. Jari-jari lentik Ana menyentuh ujung hidung, hingga bibir yang kini sudah tidak pink merona lagi. Bahkan hampir bisa dikatakan memutih.

Ana merasa tubuhnya semakin lemah. Hanya duduk di atas ranjang sembari memegang cermin dan menatap pantulan diri, pun rasanya melelahkan.

Beberapa kali setelah bangun, Ana kerap merasa kunang-kunang ketika menatap sesuatu. Meski hanya sebentar, tapi itu membuatnya tidak nyaman.

Ana menghela napas berat. Ia meletakkan cermin diatas ranjang begitu saja. Tidak kembali menyimpannya di tempat semula. Tubuhnya terlalu lemah untuk sekadar berdiri dan berjalan.

Setelah meletakkan cermin, Ana perlahan merebahkan diri. Menarik selimut dan menutup seluruh tubuhnya. Seolah sedang mencari perlindungan diri.

Saat sedang mencari posisi ternyaman, saat Ana sedang menetapkan tubuhnya dengan pas, tiba-tiba terasa denyutan di tengah-tengah dahinya. Yaitu diantara dahi kanan dan dahi kiri. Ana meringis sejenak, menekan pada bagian yang berdenyut. Berusaha mengurangi rasa denyutan itu.

Ia sedang sendirian di dalam kamar dan tidak ingin dikunjungi oleh siapapun.

Ana merasa butuh waktu sendiri hingga beberapa waktu. Meskipun denyutan ini menekan dirinya untuk memanggil seseorang, namun Ana menahan semua itu. Sebisa mungkin tidak ada orang lain yang memasuki kamarnya.

"Bentar lagi juga sembuh," ujar Ana meyakinkan diri. Berusaha membuat dirinya merasa lebih baik.

Lalu, Ana memejamkan mata. Tidur dan menenangkan diri.

...

"Ma," panggil Anisa suatu waktu di ruang tengah. Ia sedang memakan keripik pisang yang dibelinya kemarin sepulang sekolah.

"Hmm." Srihar hanya menjawab dengan deheman saja. Ibu itu sedang asik menjahit sebuah pakaian, yang sepertinya sobek.

"Menurut Mama, Kak Ana bakal sembuh, nggak? Kasian lho, udah lama nggak membaik keadaannya," ujar Anisa dengan mata yang fokus menatap televisi. Menyaksikan tayangan kartun spons warna kuning kesayangannya.

"Palingan dua hari lagi, juga bakal sembuh," sahut Srihar.

"Mama yakin banget, kayaknya." Anisa mengunyah keripik dengan semangat penuh.

ANNA [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang