30

355 23 20
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

...

•Akhir•

Akbar menatap Ana. Setelah mendengar cerita tentang mimpi yang Ana alami. Pikiran Akbar bercabang kemana-mana. Pikiran buruk, kemungkinan-kemungkinan yang tidak diharapkan dan hal-hal lain yang seharusnya tidak pernah terlintas.

"Na?" panggil Akbar dengan pelan. Ia menatap Ana yang masih terbaring menatap langit-langit kamar.

"Makanya Ana kepikiran, kayak aneh gitu," ujar Ana kembali membahas mimpinya.

"Kamu ngerasa gimana?" Ana menatap Akbar. Memperhatikan lelaki dewasa itu hingga beberapa menit.

"Ya gitu."

Akbar menghembuskan napas. Ia tidak bisa berpikir jernih sama sekali. Semua ini membuatnya merasa takut dan cemas. Bagaimana pun Ana sudah segalanya bagi Akbar. Jika gadis itu benar-benar pergi, Akbar tidak tahu apa yang akan terjadi dengannya.

"Rahmi sama Sinta ada kesini?" tanya Akbar, mengalihkan topik pembicaraan.

"Belum. Mereka sibuk PKL, tapi besok Ana paksa harus main ke sini," jawab Ana dengan senyum lebar.

"Besok?" Ana mengangguk semangat, meski tetap terlihat lemah.

"Mas juga, ya? Usahain besok ke sini lagi, kalo bisa libur kerja aja, tapi kalo nggak bisa ya pas pulang kerja, nggak papa."

Akbar menatap Ana. Air mukanya berubah. Ketakutan dan kekhawatiran tercetak jelas disana.

"Oh, iya." Ana memegang jari-jari Akbar disisi tubuhnya. "Ana boleh minta sesuatu nggak?"

Akbar mengernyit. Tapi tetap mengangguk.

"Cium kening Ana, dong."

Akbar terdiam. Ia menelisik raut wajah sang kekasih. Mencari kejanggalan disana. Tidak ada, hanya wajah pucat dengan bibir yang tersenyum lebar, serta mata yang sayu dengan binar penuh harap.

Akbar mengangguk, lalu perlahan menunduk. Mengarahkan bibirnya ke kening Ana. Mengecupnya dengan sayang. Beberapa detik mereka terdiam dalam posisi tersebut. Menikmati momen yang entah mengapa terasa mengharukan. Sebab, sebelum ini Ana tidak pernah meminta hal demikian kepada Akbar.

Waktu seolah berhenti. Hangat bibir Akbar yang berwarna pink segar, menyentuh kening Ana yang pucat dengan lembut. Mata keduanya pun terpejam. Benar-benar meresapi kejadian yang entah kapan akan terulang kembali.

...

Matahari terik seolah membakar bumi. Srihar mengernyit dan berusaha menutup wajah dengan tangan. Menhalau sinar matahari yang terasa menyengat.

Ia baru saja pulang dari warung, membeli beberapa bahan makanan karena katanya Rahmi dan Sinta akan berkunjung.  Yang meminta ini adalah Ana.

ANNA [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang