...
•Akbar•
Akbar terduduk dihadapan Ayah. Tatapannya penuh luka, bahkan tubuhnya pun sama. Mereka yang berusaha menghancurkan keluarga Akbar terdiam. Menatap target yang kedua matanya berkaca-kaca.
Darah berceceran di lantai. Menyebabkan bau anyir yang menyengat.
"Pa," lirih Akbar. Tubuhnya membungkuk.
"Akbar," panggil Ayah. Ia bersimpuh di hadapan Akbar, setelah melempar asal parang ditangannya. Ia gemetar, tak menyangka dengan yang terjadi beberapa detik lalu.
Ayah menekan bahu Akbar, berusaha menghentikan laju darah yang mengalir deras. Tak lama kemudian putranya ambruk. Kemeja putihnya sudah beralih warna menjadi merah. Dada kirinya terdapat dua lubang yang sejajar.
"Akbar," panggil Ayah lagi. Suaranya benar-benar bergetar. Yang dipanggil pun tak bergerak, diam.
Ayah menutup bahu Akbar. Masih berusaha menahan darah yang mengalir. Meski ia tahu semuanya sia-sia.
Ayah menangis. Air matanya meluncur begitu saja. Ia sesenggukan melihat anak satu-satunya tak sadarkan diri dalam kondisi buruk dihadapannya.
Ketika Ayah sedang meratapi keadaan putranya. Langkah kaki tergesa terdengar dari luar gudang. Membuat orang-orang yang berusaha menghancurkan keluarganya terkejut.
"Sial!!" Lelaki dengan jaket kulit warna coklat berdecak. Ia memberi kode kawanannya untuk pergi namun terlambat. Beberapa polisi sudah menodongkan pistol.
Ibu Akbar yang ada bersama para polisi itu langsung histeris ketika matanya menangkap pemandangan mengenaskan. Putranya tak sadarkan diri dipelukan Ayah.
"Pa. Akbar kenapa, Pa?" tanyanya sembari ikut bersimpuh di sebelah Akbar. Ayah hanya menggeleng, ia tak sanggup menjawab pertanyaan sang istri.
"Ayo, Pa. Ke Rumah Sakit, anak kita harus hidup," ujar Ibu.
Beberapa polisi mengamankan tersangka, sisanya membantu Ayah membawa Akbar.
Luka di bahunya cukup dalam. Belum lagi luka tembak di dada sebelah kiri. Dua peluru bersarang disana. Kemungkinan untuk Akbar membuka mata pasti sangat kecil.
"Mas!" Akbar terkejut mendengar panggilan Ana yang agak keras.
"Mas ngelamun? Ini dijalan, loh," ujar Ana mengingatkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANNA [completed]
ChickLitBudayakan follow sebelum membaca :) -ANNA- Jika saja hari itu Ana nekat. Jika saja hari itu semuanya setuju. Jika saja hari ini terjadi pada hari yang lalu. Mungkin tidak akan seburuk ini. Mungkin tidak akan ada keramaian tanpa undangan. Mungkin. Se...