Masih nggak paham sama jaringan, gambar nya nggak bisa diupload,,
Happy Reading..
....
•Putih Gading & Biru Laut•
Akbar duduk di tepi ranjang kamar Ana. Ia menatap Ana yang terbaring dengan tenang tanpa mata terbuka. Napasnya terdengar teratur, tak ada gerakan kecil yang terjadi pada tubuh Ana. Meski sudah hampir setengah hari berlalu.
Akbar mendapat panggilan telepon dari Anisa. Katanya Ana pingsan lagi, tapi gadis SMA itu tidak tahu menahu soal sebab Ana pingsan. Ia hanya tahu, sang Kakak sudah terbaring di ranjang dalam keadaan yang sama seperti saat ini.
Ketika pekerjaannya selesai, Akbar langsung melarikan diri kemari. Ia berpikir, hal apa yang membuat Ana pingsan lagi. Padahal keadaannya sudah agak membaik.
Tangan Akbar menepuk-nepuk bahu Ana. Dengan penuh perhatian dan kehati-hatian. Seolah sedang menidurkan seorang bayi berusia 6 bulan.
Kemudian, Akbar menunduk. Wajahnya mendekat ke wajah Ana. Tampak masih pucat seperti kemarin. Bahkan lebih pucat lagi. Ana sudah seperti mayat hidup saja.
Menghela napas berat, Akbar kembali menjauhkan diri. Ia duduk dengan tegak dan menumpukan kedua tangan diatas paha.
"Cepet bangun," ujar Akbar pelan. Kemudian ia mengambil Hp-nya, memainkan sosial media guna membuang bosan.
Tak lama, Anisa muncul dengan segelas teh ditangan. Ia meletakkan teh tersebut ke atas meja belajar. Lalu mendudukkan diri di kursinya.
"Tehnya, Mas Akbar," tawar Anisa dengan nada seperti pelayan cafe.
"Iya, Mbak. Terima kasih," sahut Akbar dengan gaya seperti pelanggan.
"Selamat menikmati hidangan kami."
"Maaf, Mbak. Tapi ini cuman segelas teh," ujar Akbar. Masih dengan gaya yang sama meski tangannya memegang Hp.
"Hidangannya halu, ya, Mas." Kemudian mereka tergelak pelan. Agar Ana tidak bangun dengan terkejut.
"Udah, ah. Aku mau keluar," ujar Anisa dan berlalu pergi. Meninggalkan Akbar dengan keheningan di dalam kamar.
Setelah kepergian Anisa, Akbar beranjak dari duduknya. Mengambil segelas teh yang dibawakan oleh Anisa dan menyeruputnya. Rasa hangat, manis, dan wangi teh bunga melati, memanjakan lidah Akbar. Membuatnya memejamkan mata sejenak.
"Bangun, Na. Kita minum teh bareng, biar romantis," ujar Akbar sembari menatap Ana yang masih memejamkan mata. Meski tak ada respon, Akbar tetap melebarkan senyumnya.
"Mas tungguin, Na. Tenang aja," ujar Akbar lagi.
Ia duduk di tepi ranjang. Mengelus sisi wajah Ana dengan sayang, menelusuri kelembutan pada kulit wajah Ana.
...
Angin berembus dengan tenang. Menerbangkan kelopak dandelion yang amat ringan kesana kemari. Menggoyangkan rerumputan hingga tampak menari-nari.
Cahaya matahari yang terang, awan yang menyebar indah, serta langit dengan warna birunya yang menawan. Burung-burung beterbangan, capung serta kupu-kupu berseliweran. Kicau dari burung-burung itu pun menjadi nyanyian alam yang merdu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANNA [completed]
ChickLitBudayakan follow sebelum membaca :) -ANNA- Jika saja hari itu Ana nekat. Jika saja hari itu semuanya setuju. Jika saja hari ini terjadi pada hari yang lalu. Mungkin tidak akan seburuk ini. Mungkin tidak akan ada keramaian tanpa undangan. Mungkin. Se...