29

187 20 6
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

...

•Menjelang•

Hidup berpuluh tahun demi menggapai cita-cita. Namun, ketika cita-cita itu selangkah lagi di depan mata, hidupmu dipertaruhkan. Berada diantara hidup dan mati. Dua pilihan yang tidak bisa kamu tentukan. Hanya doa-doa panjang penuh harap yang bisa kamu lantunkan.

Keinginan untuk menyendiri terus berdatangan. Selalu saja ingin mengusir mereka yang berusaha mendekat. Belum lagi mood yang berantakan. Ditambah tubuh yang semakin hari semakin melemah. Sampai rasanya hanya mampu untuk terbaring. Sekadar bernapas dan berkedip pun terasa berat.

Ana tidak mengerti dengan kondisi tubuhnya. Semenjak insiden pingsan di gerbang SMA, hingga hari ini ia tidak mengalami peningkatan sama sekali. Malah semakin drop.

Napasnya sudah terasa pendek-pendek. Ia juga sudah dua kali bermimpi aneh. Bertemu seorang gadis yang sangat mirip dengan dirinya. Bahkan hadis itu jauh lebih cantik daripada Ana. Wajahnya berseri-seri, tubuhnya berkilau, rambutnya panjang dan jatuh dengan indah. Gaun yang dikenakan gadis itu juga tampak mewah diantara design sederhananya.

Ketika Ana berpikir semua itu benar mimpi. Akankah tampak begitu nyata? Bahkan Ana masih bisa mengingat jelas yang terjadi di tempat asing dalam mimpinya. Tempat yang membuatnya enggan pergi lebih jauh. Juga, sentuhan gadis itu di pundaknya masih jelas.

Ana menghela napas. Kepalanya terisi pertanyaan-pertanyaan random tentang tubuhnya, kondisinya, nasibnya, serta mimpi aneh yang tak bisa pergi dari pikiran Ana.

Sibuk melamun sambil berbaring miring, Ana tak sadar ada Akbar yang berdiri memperhatikan di ambang pintu. Akbar berjalan masuk, berdiri disisi ranjang masih dengan memperhatikan Ana. Ia tidak tahu dengan apa yang kekasihnya pikirkan.

Akbar menepuk pelan lengan Ana, "Hei! Ngelamun aja!"

"HEH!" Ana langsung terkejut dan menatap Akbar dengan tajam. Meski itu sia-sia karena Akbar malah tertawa, teriakannya pun tidak terdengar keras sama sekali.

"Ngelamunin apa?" tanya Akbar sembari duduk di sisi ranjang. Tangan kirinya menyelipkan anak rambut Ana ke belakang telinga.

"Eng,, nggak ada," jawab Ana dengan cengiran. Matanya tampak sayu. Seperti tidak harapan hidup di dalamnya.

"Mas antar ke Rumah Sakit, ya?" tawar Akbar. Jujur, ia tidak sanggup hanya menyaksikan Ana yang semakin lemah dan hanya terbaring di ranjang tanpa usaha pemulihan.

Ana menggeleng. Sudah cukup ia merepotkan Akbar.

"Kamu nggak kasian sama badan mu?" tanya Akbar lagi. Kali ini tangannya mengelus pipi Ana.

ANNA [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang