17

156 26 8
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

...

•Sabtu Menegangkan•

Dingin yang menusuk membuat Anisa mengusap kedua lengannya. Ia menatap kanan dan kiri jalanan yang tampak lengang. Hanya segelintir kendaraan yang mulai beroperasi.

Bagaimana tidak? Anisa pergi menyusul Ana dengan Handoko di Sabtu pagi. Tepatnya pukul 4 dini hari. Alasannya klise, semalam dikabari bahwa jadwal Ana operasi adalah pukul 9 pagi.

Jika berangkat pukul 4 maka akan sampai sekitar pukul 6. Jika berangkat pukul 6 akan sampai sekitar pukul 8. Tapi, karena Akbar, Rahmi, serta Sinta akan pulang pagi ini. Handoko harus datang lebih awal. Agar bisa menemani Ana saat operasi nanti.

Handoko mengendarai motornya dengan pelan. Semalam habis hujan, jadi ia mengurangi resiko terburuk pagi ini. Air yang menggenang di lubang-lubang membuatnya tersamarkan. Jika tidak pelan-pelan bisa saja Handoko masuk ke lubang dan terjatuh.

Anisa merasa benar-benar kedinginan karena ia lupa membawa jaket. Dan baru teringat ketika sudah jauh dari rumah. Ia tidak berani berkata pada Handoko karena Ayahnya itu pasti akan mengomel.

Semalam, ketika Anisa mendapat panggilan dari Akbar. Ketika lelaki mapan itu menyampaikan hari ini operasi. Srihar tak menanggapi. Ia hanya diam memandang lurus ke televisi di ruang tengah. Saat Anisa bertanya pun ia hanya mengangkat bahu dengan acuh.

Hal itu meyakinkan Akbar bahwa, Srihar masih tidak setuju dengan keputusan yang mereka buat. Untuk sekedar menanyakan kabar Ana pun Srihar tidak mau.

Jadilah, Akbar membiarkannya. Hanya meminta Handoko dan Anisa berangkat sepagi mungkin.

Sebenarnya Akbar ingin menemani Ana operasi pagi ini. Tetapi karena sudah ada Handoko, ia merasa harus pulang dan kembali bekerja.

Lalu, sekitar pukul 6 hampir setengah 7. Handoko dan Anisa sudah sampai di wilayah parkir Rumah Sakit. Hawa dingin semakin menusuk karena lokasinya yang terletak dekat dengan bukit.

Anisa mengenakan jeans panjang dengan sweater biru denim. Tapi tetap saja, dingin itu terasa ngilu di tulang.

Tidak ingin mengulur waktu lebih lama. Akhirnya Anisa dan Handoko masuk. Berjalan di lorong Rumah Sakit. Mencari ruangan Poli Bedah, itu pesan Akbar.

Ketika sudah menemukan ruangan yang dimaksud. Mereka langsung masuk. Dan mencari kamar Anggrek, kamar yang dihuni Ana.

Anisa masuk diikuti Handoko.

Kamar ini hanya terdiri dari dua brangkar. Satu terisi oleh Ana dan satu lagi oleh seorang bocah SD yang katanya mengidap usus buntu.

Anisa meletakkan bawaannya dilantai. Kemudian duduk diatas brangkar yang sama dengan Ana. Ia menatap Kakaknya dengan helaan napas.

ANNA [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang