...
•Benjolan•
Monoton sekali hidup Ana. Rutinitasnya hanya sebatas bangun, kuliah, pulang, dan begitu saja setiap hari.
Tidak ada nongkrong di cafe, tidak ada jalan-jalan, tidak ada holiday di akhir pekan, tidak ada tawa yang berarti diluar jam kuliah.
Pulang-pergi dari rumah ke kampus setiap hari, yang membutuhkan waktu sekitar 30 menit jika mengendarai motor. Merupakan hal yang sangat melelahkan. Apalagi jalanan yang tidak bisa dikatakan baik. Banyak lubang disetiap permukaan aspalnya.
Ana merasa seperti tubuhnya dicabik-cabik. Sakit, pegal, lelah, semuanya menjadi satu.
Belum lagi diperjalanan harus menghadapi mobil batubara yang penuh debu. Yang besar memenuhi jalanan. Menyebalkan.
Siang ini Ana di panggil untuk pergi ke kampus. Ada beberapa hal yang harus ia urus mengenai kegiatan PKL nya nanti. PKL yang Ana harapkan mendapat lokasi yang dekat dengan rumahnya. Agar lelah fisiknya tidak bertambah lagi.
Ana turun dari motornya di parkiran kampus. Universitas swasta ini tampak cantik di lihat dari sisi manapun.
Kampus ini memiliki julukan kampus Barbie. Sebab didominasi oleh dinding berwarna merah muda dipadukan dengan warna putih dan maroon. Mulai dari gedung kampus, asrama putri, asrama putra, musholla, hingga ke kantin.
Hanya ada satu bangunan yang berwarna putih gading. Sebuah bangunan megah yang terletak tepat ditengah-tengah lokasi kampus ini.
Itu adalah rumah pemilik kampus tempat Ana kuliah. Beliau adalah salah satu anggota DPR RI. Rumah itu jarang sekali dihuni. Hanya sesekali ketika pemiliknya pulang.
Setelah mengunci stang, Ana segera melangkahkan kakinya menuju ke asrama putri. Tempat dimana Sinta dan Rahmi menginap. Hm, kedua teman Ana itu tinggal di asrama karena jarak rumah yang teramat jauh. Kira-kira memakan waktu sekitar 7 jam jika mengendari motor.
Ana berjalan. Sesekali menyapa teman seangkatannya dengan senyuman ramah. Mereka yang mengenal Ana pun balas menyapa.
"Na! Mau kemana?" Ana menghentikan langkah kakinya ketika Elina memanggil. Sahabatnya sejak SD yang kini kuliah di jurusan PGPAUD.
"Asrama Sinta sama Rahmi," jawab Ana.
"Bareng, yuk. Aku juga mau ke asrama Sinta. Mau ketemu Putri," ujar Elina sembari melangkahkan kaki di sebelah Ana.
Mereka berjalan beriringan. Sesekali tertawa ketika merasa obrolan mereka lucu.
Bagi Ana, Elina adalah sosok sahabat yang perhatian. Sejak duduk di bangku SD, Elina tetap mengingat Ana. Bahkan ketika ia sekolah di sebuah pesantren, Elina tetap mengingat Ana. Tidak pernah melupakannya barang sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANNA [completed]
ChickLitBudayakan follow sebelum membaca :) -ANNA- Jika saja hari itu Ana nekat. Jika saja hari itu semuanya setuju. Jika saja hari ini terjadi pada hari yang lalu. Mungkin tidak akan seburuk ini. Mungkin tidak akan ada keramaian tanpa undangan. Mungkin. Se...