...
•Planning•
"Eh, Mas Akbar?" tanya Anisa dengan raut bingung ketika ia melihat Akbar berdiri di gerbang sekolahnya.
"Ikut Mas, An!" ucap Akbar tanpa basa-basi. Ia langsung berbalik menuju ke mobilnya yang terparkir tak jauh dari gerbang.
"Tapi Aku bawa motor." Akbar berhenti. Ia berbalik dan menatap Anisa.
"Biar Mas yang handle."
Anisa mengangguk saja. Kemudian ia mengikuti langkah kaki Akbar dan masuk ke mobil. Duduk di kursi penumpang sebelah kemudi.
"Emang mau kemana, Mas?" tanya Anisa sembari menatap Akbar.
Calon Kakak Iparnya itu tampak berbeda. Raut yang di tunjukkan tidak se-ramah biasanya. Tidak ada senyum hangat atau tatapan teduh.
Akbar diam. Ia tidak menoleh apalagi menjawab pertanyaan Anisa. Ia hanya fokus menyetir.
Dalam benaknya, Akbar benar-benar kacau. Ia tidak tahu lagi harus bagaimana. Semalam Ana memberi kabar tentang benjolannya yang sepertinya membesar. Meski Ana berkata ia masih ragu, tetap saja, Akbar merasa khawatir.
Mungkin kelihatannya sepele. Tapi itu cukup serius ditambah penanganan yang tidak seharusnya.
Keegoisan Srihar yang tidak mengizinkan Ana periksa, membuat Akbar hampir mengamuk waktu itu. Belum lagi alasan-alasan yang digunakan calon Ibu mertuanya. Ingin sekali Akbar mencabik-cabik wajah itu.
Sebenarnya, dengan menawarkan diri untuk membantu Ana. Akbar sudah merasa seperti, hidup gadis itu benar-benar digantungkan kepada Akbar. Seolah Ibunya tidak peduli.
Sudahlah, hari ini Akbar akan selesaikan titik permasalahan yang membuatnya hampir kacau.
Sepuluh menit berlalu. Akhirnya mobil Akbar berhenti di cafe terbuka tempat Ana dan Akbar makan kemarin.
Ketika turun dari mobil, Anisa dapat melihat ada Ana, Rahmi, juga Sinta duduk di satu meja. Akbar masih diam dan belum menjawab pertanyaan Anisa hingga gadis SMA itu tahu sendiri jawabannya.
Anisa mengikuti langkah kaki Akbar. Mereka berdua menuju ke meja yang sama dengan Ana. Kemudian Akbar duduk disebelah kekasihnya, jelas. Sedangkan Anisa memilih duduk berhadapan dengan sang Kakak.
Rahmi dan Sinta duduk di sebelah Anisa. Jadi posisinya, Ana berdua dengan Akbar berhadapan dengan Anisa, Sinta, dan Rahmi.
"Jadi, Mas Akbar ngapain ajak aku kesini?" tanya Anisa langsung kepada Akbar. "Sampe ninggalin motorku di sekolah, lagi."
"Ada yang penting." Jawaban singkat dari Akbar membuat Anisa menatap lelaki itu penuh tanya. Ekspresi Akbar masih sama sejak diperjalanan dengan Anisa tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANNA [completed]
ChickLitBudayakan follow sebelum membaca :) -ANNA- Jika saja hari itu Ana nekat. Jika saja hari itu semuanya setuju. Jika saja hari ini terjadi pada hari yang lalu. Mungkin tidak akan seburuk ini. Mungkin tidak akan ada keramaian tanpa undangan. Mungkin. Se...