22

128 19 10
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

...

Akbar

Setelah pergi check up dua kali selama dua Minggu, hari ini Ana kembali datang ke rumah sakit. Tujuannya untuk check up terakhir serta membuka jahitan bekas operasinya. Selain itu, hasil tes lab dari penyakit Ana pun keluar hari ini.

Ia lagi-lagi pergi bersama Akbar. Entah mengapa mereka berdua semakin lengket setiap hari nya. Tapi Ana malah senang seperti ini, mood nya akan selalu baik jika ada Akbar disekitarnya.

Mereka sedang duduk di salah satu kursi di lorong rumah sakit. Setelah tadi Ana melakukan pemeriksaan serta membuka jahitan, mereka memutuskan tidak langsung pulang. Memilih berkencan disini dulu. Kata Akbar mencari suasana baru sekalian mengobrol tentang hasil lab milik Ana.

Ana membaca setiap kata di kertas yang ia pegang. Menelisiknya satu persatu.

"Cuman FAM, masih tumor jinak," gumam Ana pelan. Namun, Akbar masih bisa mendengar karena mereka duduk bersebalahan dan sangat dekat.

"Tetep aja, buat khawatir," sahut Akbar sembari menatap Ana.

"Seenggaknya, kan, nggak se-khawatir kalau kanker." Akbar mengangguk-angguk saja. Meng-iya-kan ucapan Ana.

"Oh, iya, Mas."

"Hm?" tanya Akbar sembari menaikkan dua alisnya. Membuat Ana terkekeh pelan.

"Aku lupa nanya, yang tanda tangan persetujuan operasi, siapa?" Ah, biasanya harus tanda tangan orang tua kalau belum menikah. Tapi kemarin, Ana lupa menanyakan hal ini kepada Akbar.

"Rahmi," jawab Akbar enteng. Lelaki itu menyandarkan tubuh ke sandaran kursi dan menempelkan kepalanya ke tembok. Matanya juga memperhatikan Ana.

"Rahmi?" tanya Ana memastikan. Ia dan Rahmi tidak memiliki hubungan darah apapun, bagaimana bisa?

"Iya, Rahmi." Ana memicingkan mata.

"Masa, sih?"

"Iya, Ana."

"Kok, bisa?"

"Eum..." Akbar berpikir. Ia mengetuk-ngetuk dagunya dengan telunjuk. "Ya, bisa."

Ana berdecak. Bukan itu jawaban yang ia inginkan.

"Lebih spesifik, dong, Mas!" Akbar malah terkekeh pelan melihat wajah Ana yang kesal.

"Rahmi icak-icaknya jadi tante kamu," jawab Akbar lalu ia tertawa. Merasa lucu mengingat kejadian beberapa waktu lalu.

"Tante?"

"Iya. Soalnya dia kan emang cocok jadi tantemu." Akbar tertawa lagi.

"Mas! Nggak boleh gitu," tegur Ana. Akbar pun meredakan tawanya dan menatap sang kekasih.

ANNA [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang