20

174 24 21
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


...

•Yang Boleh dan Yang Tidak•

Ana duduk bersandar di ranjangnya. Menatap Akbar yang asik bermain dengan Alena dilantai. Senyum tipis terbit dibibirnya. Ia membayangkan jika suatu saat nanti, ia dan Akbar memiliki anak. Pasti akan begitu bahagia hidupnya.

Mencintai dan dicintai oleh sosok seperti Akbar. Ditambah hadirnya buah hati diantara mereka, merupakan kebahagiaan yang pasti tidak pernah surut.

Hah, semua itu hanya khayalan Ana saja. Belum menjadi kenyataan dan Ana pun tidak tahu akan seperti apa hidupnya dimasa depan. Yang terpenting sekarang, ia harus hidup dengan baik hari ini, esok, hingga lusa.

Ana menghela napas. Senyumnya memudar. Hanya ada tatapan sendu. Meski masalah payudaranya hampir selesai, tidak menutup kemungkinan akan muncul masalah baru.

Ana mengabaikan Akbar dan Alena yang masih asik bersama. Ia mengalihkan pandang menatap pintu kamar. Tampak Srihar masuk dengan makanan. Ah, Ana baru ingat sekarang jadwalnya minum obat.

Srihar meletakkan makanan yang ia bawa ke meja kecil di sebelah ranjang Ana. Lalu duduk disebelah Ana. Menatap Putri sulungnya yang semakin kurus. Pipinya tampak semakin tirus.

"Dimakan, Na! Habis tu minum obat," ujarnya.

"Iya, Ma. Aman tu, hehe," jawab Ana dengan senyum lebar. Ia senang dengan perhatian yang diberikan oleh Srihar.

Meski Srihar tidak banyak tanya tentang keadaan Ana. Tetapi ia sudah diberitahu secara rinci oleh Akbar tadi. Walau tidak menangis, tapi tatapannya berubah sendu. Mungkin merasa kasihan dengan Ana. Bagaimanapun operasi memiliki dua resiko. Srihar bersyukur karena operasi berjalan tanpa kendala.

Srihar memperhatikan Ana yang sedang makan. Tangan Srihar mengelus kaki Ana yang tertutup selimut. Memberikan rasa nyaman yang seakan tidak pernah Ana dapatkan.

"Nih." Srihar menyodorkan beberapa pil yang harus Ana telan setelah makan.

Ana menerimanya. Kemudian menelan pil tersebut dengan segelas air.

"Mama keluar dulu," ujar Srihar sembari membawa piring kotor bekas Ana makan. Tak lupa mengajak Alena, untuk memberikan ruang antara Ana dan Akbar.

Sepeninggal Srihar, Akbar beralih menuju ranjang. Duduk di tepinya, tempat Srihar tadi. Ia menatap Ana dengan senyum lebar yang kemudian menular pada Ana.

"Gimana?" tanyanya kemudian.

"Apanya yang gimana?" Bukannya menjawab, Ana malah melemparkan pertanyaan kepada Akbar.

"Makannya," sahut Akbar.

"Agak gimana, gitu." Ya, rasanya sedikit aneh. Seperti ada yang kurang tapi bukan garam.

"Nggak dikasih micin." Jawaban Akbar membuat Ana menatapnya penuh.

"Pantesan nggak enak," ujar Ana kemudian.

ANNA [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang