22. Corporation

212 24 2
                                    

Ballroom yang sangat mewah, dan banyak sekali petinggi-petinggi yang menghadiri acara anniversary yang dilakukan oleh Freano Corporation, atau lebih tepatnya perusahaan yang akan dipimpin Dista setelah dilakukannya serah jabatan oleh Ayahnya.

Sekarang Dista, dan teman-temannya sedang berkumpul disalah satu meja setelah melakukan penyapaan dengan beberapa relasi.

"Lihat ke arah jarum jam angka 2," kode Eky yang mau tidak mau dituruti oleh teman-temannya. "Benar-benar udah enggak berani Rara, dan teman-temannya dekat sama kita."

Setelah melihat objek yang dimaksud oleh Eky, mereka semua mengembalikan pandangannya.

"Cantik, sih. Tapi, sayang terlalu merasa dirinya yang paling tinggi," kata Dion.

Eky mengangguk setuju. "Walaupun mantan kita matre, tapi mereka masih dalam batas wajar ya, Yon. Enggak sampai kayak mereka yang berani main fisik."

"Ganti pembahasan!" ujar Andra dengan datarnya.

"Ndra, enggak mau nyoba tanya sama tangan kanan Bang Tian kemana Dhira sama abangnya pergi?" tanya Dion. "Itu dia ada bareng tangan kanan Pak Angkasa. Bahkan Pak Angkasanya juga ada."

"Udah gue coba, dan enggak usah bahas permasalahan gue lagi," ucap Andra.

Mereka pun mengalihkan topik obrolan lagi, dengan topik yang lebih santai walaupun terdapat sedikit bumbu-bumbu dunia bisnis.

"Untung kita berempat sama di UK walaupun beda universitas," kata Eky saat mereka membahas tentang perkuliahan. "Cuman yang cewek-cewek aja pada mencar. Mana beda benua lagi."

"Gue ada rasa khawatir sama social life Rika kalau dia tinggal sendirian di sana," ujar Dion mengungkapkan ke khawatirannya saat berpisah pada adiknya itu. "Maka dia kadang-kadang masih ke club. Apalagi kalau di sana."

"Gunanya spy buat apa?" kata Dista. "Yang penting 'kan tahu aktivitasnya, dan kalau udah salah baru lo turun tangan."

"Ah, iya. Kenapa gue enggak kepikiran, ya."

"Lo lupa kalau otak lo masih ketinggalan di rahim," ledek Eky.

"Gue lagi malas debat sama lo, Ky. Soalnya ada pembahasan yang lebih penting yang harus gue omongin lagi ke Dista," ujar Dion yang membuat Dista menatapnya dengan tanda tanya. "Bantuin gue buat dapat maaf dari Hana sebelum gue berangkat. Gue mau seriusin dia."

"Lisa cerita ke gue, kalau Hana itu udah maafin lo, tapi soal perasaan dia enggak akan balik lagi kayak dulu," ujar Dista.

"Mungkin dari sekarang gue yang harus perjuangin dia," tekad Dion.

"Kenapa baru sekarang? Dulu-dulu ke mana aja lo?" tanya Eky sinis.

"Lah kok sinis?"

"Gue prihatin aja sama Hana. Kenapa dia bisa bego banget sampai jatuh cinta sama orang kayak lo," ujar Eky.

Dista berdehem untuk menengahi mereka berdua. "Sebaiknya jangan bahas cewek!" tegur Dista karena mengatisipasi agar hal-hal yang tidak diinginkan terjadi.

"Yaudah, kalau enggak mau bahas cewek," ujar Eky kembali mencairkan suasana. "Dion. Gue tantang lo sejajarin perusahaan bokap lo sama perusahaan bokap Dista, tapi perusahaan tersebut sama-sama dipimpin kalian berdua."

"Reward-nya apa dulu kalau gue berhasil?" tanya Dion.

"Mobil terbaru."

"Mobil doang enggak sebanding sama usaha gue. Mana lawannya Dista lagi," kata Dion pesimis pada kalimat terakhir yang ia ucapkan.

PersistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang