Saat ini Dista dan Lisa sedang berkumpul dengan teman-temannya di cafe langganan mereka atas permintaan Gio.
Sedangkan, Gio sedari tadi hanya mengaduk-aduk minumannya tanpa beraturan, dan yang lain juga seperti tidak ada niatan untuk bertanya, serta memulai pecakapan.
"Makasih udah jadi sahabat gue, maaf kalau selama kita sahabatan gue ada salah sama kalian. Gue mau pamit, nanti sore gua berangkat ke Belanda buat lanjutin sekolah disana, dan gue enggak tahu kapan balik," jelas Gio menyampaikan maksud dari ia mengumpulkan teman-temannya. Ia sudah mempersiapkan segala keberangkatannya dari kemarin, setelah mengetahui Tasya dijemput sang pencipta.
Kepergian Tasya untuk selamanya yang terasa mendadak bagi mereka karena mereka juga baru mengetahui penyakit kanker otak yang di derita Tasya selama dua tahun belakangan ini. Penyakit yang dikenal salah satu dari penyakit yang mematikan.
Sebelum Tasya pergi untuk selamanya, mereka semua sempat menjaga Tasya selama satu minggu secara bergantian setelah Gio mendapatkan informasi mengenai penyakit diderita oleh Tasya. Selama itu juga mereka semua terus berdoa untuk kesembuhan Tasya, namun dokter sudah berusaha semaksimal mungkin, dan atas kehendak tuhan juga, Tasya harus kembali padanya.
Dion yang duduk di sampingnya menepuk pundak Gio. "Jangan bercanda, Bro. Tasya baru aja pergi, masa lo mau pergi juga ninggalin kita."
Pandangan Gio lurus ke depan dengan tatapan kosongnya. "Gue enggak bercanda. Gue harus atur ulang hati gue. Kalau gue disini, gue enggak bakalan bisa move on dari Tasya karena rasa itu sudah terlalu dalam."
Dion memeluk Gio dan ia pun membalas pelukan Dion. "Kita bakalan dukung yang terbaik buat lo, tapi jangan lupain kita-kita ya."
Gio menepuk-nepuk pundak Dion setelah melepaskan pelukannya. "Gue enggak bakalan lupain lo semua."
"Pesawat lo jam berapa? Biar kita antarin ke bandara," ujar Rika.
"Enggak usah, gue udah ditungguin sama supir karena sebelumnya gue udah ngabarin kalau perlengkapan gue ke Belanda disiapin terus jemput gue dari sini dan langsung ke bandara. Makanya tadi gue sengaja nebeng sama Dista."
Gio berdiri dari duduknya, dan memeluk satu persatu sahabatnya sebagai tanda perpisahan. Saat ingin memeluk Lisa, Gio menatap Dista untuk meminta izin.
Setelah mendapat izin, Gio memeluknya. "Gue berharap lo secepatnya balas perasaan Dista," ujar Gio.
Selesai berpelukan satu persatu dan izin pamit, Gio melangkah kearah pintu keluar cafe. Rasa berat meninggalkan itu pasti ada, tapi ini sudah keputusannya.
"Mau kemana lo?" tanya Dista ketika Andra beranjak dari kursinya.
Andra berlenggang begitu saja menuju keluar dari cafe tanpa menjawab pertanyaan dari Dista.
"Gue mau susul Andra dulu."
Rika paham arti tatapan Dista ke dirinya. "Lisa ntar ikut gue sama Hana ke apartemen."
"Ribet 'kan punya pacar terlalu cantik. Saat-saat gini ninggalinnya takut kalau hilang," ujar Eky yang ditimpali Dion.
"Lisa aman sama Rika."
"Cepat sana susulin Andra! Itu anak kelihatan banget enggak beresnya," ujar Rika.
Tidak lama dari cowok-cowok meninggalkan cafe tersebut, mereka bertiga juga beranjak menuju apartemen Rika.
"Enggak nyangka gue Tasya pergi secepatnya ini," ujar Hana yang duduk dikursi penumpang belakang.
"Apalagi gue, Han. Tasya yang gue anggap seperti saudara sendiri. Gue juga merasa tahu semua tentang dia, tapi nyatanya? Enggak ada pantas-pantasnya gue jadi saudara, dia sakit aja gue enggak tahu," ujar Rika dengan sendu sambil berusaha fokus untuk mengendarai mobilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Persist
Teen FictionRelationship goals? Sepertinya itu hanya pandangan orang-orang saja karena kenyataannya enggak ada hubungan yang benar-benar berjalan dengan mulus. Semenjak Dista menjadikan Lisa sebagai kekasihnya. Banyak orang yang mengidam-idam 'kan hubungan sepe...