45. Miracle

22 2 0
                                    

Sambil menunggu masa internship-nya. Aktivitas Lisa hanyalah berkunjung ke rumah sakit menunggu kesadara Dista. Sudah terhitung empat hari sejak Dista dinyatakan dapat melalui masa komanya, tetapi belum ada tanda-tanda Dista membuka matanya.

Saat termenung memandangi Dista yang terbaring di atas brankar, Lisa secara spontan berdiri dari tempat duduk dan memanggil dokter sambil memencet nurse call di samping brankar Dista.

"Kenapa, Mba?" tanya salah satu suster yang siaga datang ke ruangan Dista. Tidak lama disusul oleh dokter yang menangani Dista.

"Jari tangan Dista gerak, Dok," ujar Lisa.

"Saya periksa dulu," kata dokter yang menangani.

"Kalau kamu mendengar ucapan saya, berikan respon dengan menggerakan jari kamu," bisik dokter pada Dista dan intruksi tersebut diikuti oleh Dista.

Dokter mengangguk. "Dista sudah sadar dan sensori pendengarannya yang menjadi sensori pertama memberikan respon yang lemah karena kekuatan motoriknya yang masih sangat lemah. Jangan terlalu banyak diajak interaksi dulu. Sensori dan kekuatan motorik yang lainnya juga akan pulih bertahap, jangan khawatir," jelas dokter yang diangguki paham oleh Lisa.

"Baik, kalau begitu saya permisi dulu."

"Terima kasih, Dok."

Dengan senyum mengembang Lisa dengan cepat mengirimkan pesan pada Raka dan Mita yang sedang bekerja mengenai kesadaran Dista yang memiliki perkembangan yang baik.

Tidak lama dari ia mengirimkan pesan, Mita datang dengan wajah yang juga terlihat bahagia.

"Bunda, kata dokter, Dista udah bisa dengar. Jari tangan Dista juga udah gerak walaupun masih lemah. Tapi, bakalan pulih bertahap," ujar Lisa antusias yang diangguki amat senang oleh Mita.

"Tuhan begitu baik sama kita, Lis. Keajaibannya sangat luar biasa dan doa kita dijawab oleh Nya."

"Iya, Bunda. Lisa bersyukur banget."

Mita mengangguk dibersamai dengan senyum merekahnya. "Cepat sembuh anak Bunda. Kami selalu di sini buat menemani kesembuhan kamu," bisik Mita yang beberapa detik kemudian diberikan respon gerakan jari telunjuk yang sangat lemah oleh Dista.

Meskipun begitu, Lisa dan Mita yang melihat merekahkan senyumnya, sangat bahagia atas perkembangan kesembuhan Dista yang memiliki potensi besar untuk berangsur-angsur membaik.

Tiba-tiba pintu ruangan terbuka menampilkan Raka yang berpakaian rapi dengan setelan jasnya memasuki ruang inap Dista.

"Jangan berisik!" peringat Mita saat Raka mendekati brankar Dista.

"Nggak boleh suudzon, Bundaku."

"Bunda cuman wanti-wanti kamu aja," kata Mita saat Raka menghampirinya di sofa.

Raka merebahkan dirinya di sofa dengan bantalan paha Mita. "Bunda, bentar lagi hukuman penjara Berlina selesai. Raka khawatir dia akan berulah lagi."

Berlina sudah dipenjerakan sejak lima tahun yang lalu, kasusnya langsung dilaporkan oleh Raka saat keadaan Lisa mulai membaik, dan dilakukan sidang putusan dengan bukti yang kuat dari pengakuan supir dan pernyataan Lisa sebagai salah satu korban. Sidang putusan yang memutuskan Berlina dikenai hukum selama enam tahun penjara.

Raka dengan segera melaporkan Berlina pada saat itu, karena dikhawatirkan ia melakukan hal yang lebih jauh di saat mengetahui kesembuhan Lisa dan Lisa menjadi sasarannya di saat Dista tidak dapat dijangkaunya.

"Bunda juga mikirin hal itu, Ka. Terlebih lagi anaknya bunuh diri saat tahu ia dipenjerakan. Takutnya Berlina makin menyalahkan orang lain atas kesalahan ia sendiri."

PersistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang