"Apartemen siapa?" tanya Lisa ketika memasuki salah satu area parkiran apartemen yang terletak di Jakarta Pusat.
"Teman."
"Mau ngapain? Kalau mau main sama teman-teman lo, mendingan antarin gue pulang."
"Ada ceweknya juga."
Setelah memarkirkan mobilnya, Dista menatap ke arah Lisa yang duduk dikursi penumpang sebelahnya. "Kalau teman aku cowok semua, aku juga enggak bakalan ngajak kamu." Ia mengusap lembut pipi Lisa yang begitu mulus.
"Ayo turun."
"Enggak mau. Gue mau pulang!"
"Disana ceweknya juga teman sekelas kamu."
"Gue enggak mau. Gue mau pulang! Lo enggak berhak atur-atur gue."
"Gue berhak karena lo pacar gue," ucap Dista dengan datarnya.
"Itu lo yang anggap gue sebagai pacar, gue cuman anggap lo teman!" ujar Lisa ketus.
Dista tidak mendengarkan lagi gerutuan Lisa, ia turun dari mobil, dan membukakan pintu Lisa.
"Enggak ada protes!" ucapnya. Kemudian ia meraih tangan Lisa, dan menggandeng tangan Lisa untuk keluar dari mobil.
Lisa menyentak tangan Dista. "Enggak usah gandeng-gandeng!" kesal Lisa. "Dasar pemaksa!" Mau tidak mau Lisa tetap mengikuti Dista dengan langkah yang sangat terpaksa.
Ia tidak habis pikir dengan cowok yang berjalan di depannya sekarang. Dista sudah tahu kalau ia tidak mempunyai perasaan apa-apa kepadanya, tapi tetap saja cowok itu kekeh menganggap sebagai pacar.
Lisa paham akan hal ini. Hal mengenai sebuah perasaan yang tidak ada bisa mengaturnya. Perasaan Dista yang menyukainya itu terserah, tapi jangan salah 'kan dia juga yang belum bisa menerima Dista. Selain Dista terkesan sangat memaksakan, ia juga masih belum mengenal Dista.
"Eh, kok langsung mencet password? Bukannya mencet bel ya? 'Kan tadi katanya ini apartemen teman lo?" tanya Lisa dengan polosnya.
"Udah biasa." Saat pintu terbuka Dista mengajak masuk ke dalam.
Teman Dista yang awalnya fokus ke layar handphone mengalihkan pandangannya ke Lisa yang masih setia berdiri di samping Dista. "Anjirrr...cakep banget. Siapa, Dis? Buat gue boleh kan?" ujar Dion.
"Nggak bisa lihat cewek cakep dikit matanya jelalatan," cibir Gio yang juga berstatus sebagai teman Dista, atau lebih tepatnya sahabat.
"Pacar gue!" kata Dista penuh peringatan.
"AAA.... " Lisa refleks berteriak, ketika salah satu teman Dista yang ia nggak tahu namanya melemparkan cicak, dan cicak itu tepat menempel di kakinya. Lisa berjingkrak-jingkrak berusaha cicak tersebut terlepas dari kakinya.
"DISTA TOLONGIN... GELI... GELI," ucap Lisa yang terus berjingkrak-jingkrak.
"Kamu diam dulu," titah Dista, kemudian ia berjongkok untuk mengambil cicak mainan dipergelangan kaki Lisa yang dilemparkan oleh Nandra Putra Alfa. Sahabatnya yang benar-benar jahil apabila ketemu orang baru. Selepas cicak tersebut terlepas dari kakinya, Lisa bergidik geli.
"Ada apa ribut-ribut?" tanya Rika yang baru keluar kamar bersama dua teman ceweknya.
Belum ada yang sempat menjawab pertanyaannya, ia berujar lagi ketika melihat Lisa. "Lisa? Kok bisa disini?"
"Gue diajakin sama Dista, lo sendiri kok juga bisa disini?"
"Gue adek Dion dan ini apartemen kita berdua," Lisa mendengar ucapan Rika mengangguk paham, walaupun ia tidak tahu yang mana namanya Dion.
KAMU SEDANG MEMBACA
Persist
Teen FictionRelationship goals? Sepertinya itu hanya pandangan orang-orang saja karena kenyataannya enggak ada hubungan yang benar-benar berjalan dengan mulus. Semenjak Dista menjadikan Lisa sebagai kekasihnya. Banyak orang yang mengidam-idam 'kan hubungan sepe...