Saat hari ujian kelulusan tiba, perasaan Lisa menjadi tidak karuan, dan sulit untuk dijelaskan. Antara senang, takut, dan khawatir dengan hasilnya nanti. Bahkan malam tadi saking gelisahnya, ia menghubungi Dista waktu tengah malam, dan untungnya Dista masih mau menerima panggilan itu dengan keadaan setengah sadar dari tidurnya.
Setelah Dista mengetahui siapa yang menelponnya, ia benar-benar geram pada Lisa yang belum tidur saat jam menunjukkan pukul 02.00 WIB. Apalagi hari ini akan dilaksanakan ujian. Saat panggilan telpon terhubung dengan suara Dista yang tidak biasa, hal itu membuat Lisa menangis sampai ia ketiduran dengan sendirinya.
Lisa yang baru sampai ke sekolah pada pukul 09.30 WIB, ia langsung berjalan menuju ruang ujiannya karena ujian akan dimulai setengah jam lagi untuk sesi terakhir, yaitu sesi ke-2. Ujian kelulusan yang hanya dibagi menjadi dua sesi oleh SMA Angkasa.
Lisa sangat bersyukur mendapatkan sesi yang berbeda dengan Dista karena hari ini ia tidak berani kalau bertemu dengan Dista bekas beberapa kesalahan malam tadi yang ia lakukan.
Saat ujian dimulai semua ruangan tampak hening. Semua murid sangat fokus pada soal-soal yang ada dilayar komputer, termasuk Lisa.
Ia menjawab semua soal dimulai yang lebih mudah dahulu, saat merasa soal itu sulit, ia melewatinya.
Mata fokus pada layar, dan tangan begitu lincah menggerakkan mouse untuk menjawab satu persatu soal sampai waktu menunjukkan kalau ujian hari ini sudah berakhir.
"Ayo, kita samperin Hana," ujar Rika yang baru saja menghampiri meja Lisa.
Lisa, Rika, dan Hana kebagian sesi yang sama, tetapi ruangan ujian Lisa, dan Rika berbeda dengan Hana.
Mereka berdua beranjak meninggalkan ruangan ujian tersebut, namun sampai di depan pintu langkah mereka terhenti saat Lisa melihat Dista yang sedang menunggu di depan ruang ujiannya.
"Lisa sama gue pulang duluan," kata Dista pada Rika.
Mampus gue, batin Lisa.
Rika mengangguk sambil tersenyum jahil. "Ujian-ujian! Pacaran mulu. Belajar yang benar." Setelah itu ia bergegas menjauh dari sepasang kekasih itu.
Dista menggandeng Lisa menuju parkiran, dan di antara mereka berdua tidak ada yang memulai pembicaraan sampai mereka sudah masuk ke dalam mobil Dista.
"Kamu belum pulang?" tanya Lisa.
"Nunggu di rooftop."
Lisa mengerutkan dahinya. "Nungguin apa?"
"Nungguin orang yang tiba-tiba telpon tengah malam, terus nangis karena takut enggak bisa jawab soal ujian," kata Dista santai, tetapi entah mengapa Lisa meringis mendengarnya.
Lisa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali. "Ya, maaf kalau udah ganggu kamu tidur."
"Terus gimana hasilnya setelah mikirin berbagai hal yang membuat kamu begadang? Bisa jawabnya?" tanya Dista.
Lisa hanya dengan anggukan menjawabnya.
Dista mengacak rambut Lisa. "Makanya, hal yang belum terjadi itu jangan terlalu dipikiran." Dista mulai menghidupkan mobilnya, dan menjalankannya. "Boleh mikirin, tapi jangan sampai over. Apalagi sampai nangis hanya karena mikirin hal yang belum mungkin terjadi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Persist
Teen FictionRelationship goals? Sepertinya itu hanya pandangan orang-orang saja karena kenyataannya enggak ada hubungan yang benar-benar berjalan dengan mulus. Semenjak Dista menjadikan Lisa sebagai kekasihnya. Banyak orang yang mengidam-idam 'kan hubungan sepe...