Waktu yang terus berganti tanpa henti, para murid SMA Angkasa sebentar lagi akan dihadapkan dengan namanya ujian kenaikan kelas.
Sudah beberapa malam ini Dista tidak pernah absen ke rumah Lisa untuk belajar bersama. Seperti sekarang ia sudah berada di depan rumah Lisa. Malam ini mereka akan menghabiskan malam minggunya dengan belajar.
"Makasih, Bi," ucap Dista ketika asisten rumah tangga Lisa mempersilakan masuk. Dista menghampiri Lisa yang berada di ruang keluarga seperti yang dikatakan asisten rumah tangga Lisa tadi.
"Dis, kenapa nggak malam besok aja sih? Libur dulu lah, malam ini kan malam minggu. Lagian kemarin udah belajarnya."
Belajar bersama itu inisiatif dari Dista, kalau tidak seperti itu Lisa selalu memakai sistem kebut semalam.
Dista bukannya menjawab ucapan Lisa, ia malah menyuruh Lisa mengambil piring untuk martabak yang ia beli ketika di perjalan menuju rumah Lisa tadi.
"Nyebelin banget sih jadi orang!" ujar Lisa sebelum beranjak menuju dapur. Tak berselang lama, Lisa kembali dapur dengan membawa minuman dan piring yang diminta Dista tadi. "Silakan, Tuan pemaksa!" ujar Lisa dengan nada penekanan.
Lisa yang malam ini benar-benar malas untuk belajar, tiba-tiba keajaiban datang pada otaknya, dan muncullah sebuah ide untuk mengulur waktu supaya tidak jadi belajar. "Dis, nonton film dulu yuk, belajarnya habis nonton film aja." Kalimat terakhir itu hanya alibi belaka, karena kalau sudah satu film habis, ia akan meminta lagi menonton yang lain.
Seakan-akan tahu apa yang dipikirkan oleh Lisa, Dista memutar balikkan omongan. "Belajar dulu baru nonton film." Lisa menghela nafasnya dengan pasrah.
Ketika ia membuka buku, diotaknya tiba-tiba terlintas lagi sebuah ide. "Dis, mau gue masakin nasi goreng nggak?"
"Ada matrabak. Nggak usah ulur-ulur waktu, Lis. Makin lambat kamu mulai belajarnya, makin lama juga selesainya." Lisa tidak lagi protes maupun menanggapi ucapan Dista, karena ia merasa kesal dengan Dista. Kemudian ia membuka materi yang akan dipelajari malam ini.
Dista menghela nafasnya melihat Lisa yang menjalaninya sangat sangat terpaksa. "Yaudah, besok aja belajarnya. Sekarang kamu mau apa? Nonton film atau mau masak?"
"Dari tadi kek kayak gitu." Lisa dengan semangat membereskan buku-bukunya, kemudian ia memutar salah satu film di televisinya yang sudah berlangganan dengan penyedia layanan film.
Dista juga membereskan buku-bukunya. Setelah ia bergabung duduk di samping Lisa, ia sedikit terkejut karena Lisa tiba-tiba bersandar dibahunya.
Perasaannya saja atau emang kenyataan. Dista berpikir sehabis kejadian tidak bertemu selama satu minggu, sikap Lisa ke dirinya terkadang sedikit manja.
"Nonton film semangat banget, disuruh belajar kepaksa banget."
"Kan baru malam ini aja. Kemarin-kemarin malam aku mau tuh belajar."
Aku? batin Dista.
"Dipaksa dulu baru mau."
"Yang terpenting mau, nggak kayak malam ini aku malas banget," ujar Lisa yang hanya di jawab deheman oleh Dista.
Berarti nggak salah dengar gue, batin Dista sambil menyunggingkan senyum tipisnya.
Tidak ada lagi yang membuka suaranya. Lisa yang benar-benar menghayati alur filmnya terbawa suasana, sedangkan Dista tidak terlalu fokus karena ia lebih banyak memperhatikan Lisa.
Sampai di mana suatu adegan si pemeran cowok menyatakan perasaannya ke si pemeran cewek, Lisa berujar, "Kamu waktu nembak nggak ada romantis-romantisnya kayak gitu! Nyatain perasaan malah main paksa-paksaan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Persist
Teen FictionRelationship goals? Sepertinya itu hanya pandangan orang-orang saja karena kenyataannya enggak ada hubungan yang benar-benar berjalan dengan mulus. Semenjak Dista menjadikan Lisa sebagai kekasihnya. Banyak orang yang mengidam-idam 'kan hubungan sepe...