Semesta sedang bercanda.
Awalnya, kalimat itu adalah omong kosong yang tidak bisa dipercaya. Ketika semesta diciptakan untuk ribuan kehidupan, sebelah mana bercandanya?
Pertanyaan itu terjawab ketika garis takdir tak sengaja melengkung indah dan kedua ujungnya saling bertemu. Menciptakan lingkar fatamorgana yang tidak bisa digenggam dengan sepuluh jari tangan.
Laki-laki itu.
Pemilik pupil pekat yang menyimpan rahasia tanpa sekat. Ia adalah lelaki dengan senyum terindah yang pernah kutemui. Tingginya mampu membuatku tenggelam sebatas pundaknya. Surainya hitam lurus—setengah basah jatuh ke samping, dengan rahang tegas, dan hidung runcing tanpa kurang.
Ia memang tak sesempurna yang kau baca. Namun ia begitu sempurna untuk kucinta. Bahkan, aku berani bertaruh, meski ia meninggalkan bumi selama beberapa dekade, ingatanku tidak akan lumpuh perihal siapa ia.
Aku memilih namanya dalam judul kisah ini sebagai bukti bahwa keindahan memang sudah seharusnya dikenang abadi. Entah harus dengan kiasan seperti apa aku menggambarkan elok senyum bulan sabit yang selalu terbit di wajahnya. Namun kurasa—tak perlu kujelaskan terlalu rinci mengenai betapa memikatnya senyum itu, karena aku takut kau pun ikut jatuh cinta padanya.
Semua yang ada di dunia ini diciptakan dengan takdir dan ketentuan. Aku tak akan menuliskan takdir Matahari yang mencintai Bumi dengan jaraknya di sini. Akan tetapi, aku akan menulis takdirku sendiri. Takdir yang membawaku untuk jatuh sejatuh-jatuhnya pada satu hati yang membawaku berlari.
Sebelumnya, aku tak pernah memikirkan skenario Tuhan perihal dengan siapa aku jatuh cinta terakhir kali, namun beberapa tahun ini—semenjak namanya melintang di hatiku tentunya—aku menjadi sosok pemilih kronis, sedikit memaksa kehendak Sang Pemilik Cinta agar hanya dengannyalah hatiku mampu berlabuh untuk terakhir kali.
Ketika hidup menawarkan seribu angan yang berada di puncak paling tinggi pada sebuah pengharapan, tak akan pernah ada alasan untuk menolaknya. Untuk itu, aku percaya kehadirannya dalam semestaku, adalah hadiah terbaik untuk hidupku yang kurang baik.
Pernah suatu waktu, kutatap mata hitam pekat itu tanpa bernapas. Di dalamnya terukir syair merdu yang tak bisa kudengar namun jelas-jelas dapat kurasakan, kemudian ia balas tatapanku dengan rengkuhan rindu yang selamanya menjadi candu. Aku membutuhkannya, selalu.
Barangkali dapat kuulang sebagaimana jemari membalikkan sebuah halaman pada halaman sebelumnya, aku akan mempertaruhkan sebagian bahagiaku untuk membayar kesempatan itu, kesempatan untuk menatap anugerah Tuhan lewat senyumannya. Hanya saja, mustahil yang akan kudapatkan.
Meski ternyata hakikat tengah mempermainkanku, tetapi permainan itu tak mampu membuat namanya mati dalam semestaku. Kurasa, takdir salah memilih lawan dalam urusan hati. Karena sekeras apapun garis takdir menyerukan kenyataan, alasan aku mencintainya jauh lebih lantang menyuarakan betapa kokohnya rasa ini terpatri. Tidak hanya untuk saat ini, melainkan hingga esok dan nanti.
Dan kepadamu, Semestaku. Kuabadikan namamu dalam ceritaku. Karena dengan begitu, hadirmu terus melintang sepanjang hidupku.
—Andharasi Naraya N.
.
.Started; 18 February 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Nadi | Na Jaemin
Fanfiction"Di kehidupan berikutnya, aku ingin menjadi matahari." "Kenapa harus matahari? Kamu tahu, Na, matahari adalah satu-satunya hal yang akan selalu menjadi penyendiri," kata Naraya. Kini matanya mulai beralih pada langit, dan menerjang silaunya sinar Sa...