25. Cerita Upik Sutra

618 145 10
                                    

Untuk kamu yang memendam luka dari 2021.

Jangan khawatir, semua hal di muka bumi ini, punya porsi sendiri-sendiri. Jika kebahagiaan belum menemukan dirimu sebagai tuannya, bukan berarti kamu harus berhenti tersenyum pada dunia.

Bukankah kita diberi kesempatan hidup di tahun ini untuk bertemu kebahagiaan yang belum kita jumpai?

Bersabarlah. Kita akan menuju titik tertinggi bahagia, hingga tak ada yang mampu melukai kita.

Selamat tahun baru 2022.
Selamat bertemu lagi dengan Nadi Janaka.

-Dyylaksara-

━❍────────
↻ ⊲ Ⅱ ⊳ ↺

Menghabiskan malam dengan menyusuri bagian-bagian Gili Kedis bukan pilihan yang buruk meski angin pantai tak henti-hentinya menusuk ke dalam tulang. Beruntung, pakaian yang ia gunakan mampu melindungi tubuhnya dari angin-angin itu.

Surga akan selalu indah. Begitu pula dengan visualisasi yang disajikan oleh pulau Lombok. Pulau yang begitu diinginkan oleh Ibu, yang pada akhirnya Ibu tidak akan pernah menapakkan kakinya di sini. Langit biru tua dengan beberapa bintang bertaburan membawa keremangan indah yang menyinari Gili Kedis. Meski tak seterang sinar matahari, bintang-bintang itu tak kalah apik untuk dinikmati.

Pulau Suralaya.

Pulau yang sebenarnya tidak pernah benar-benar ada. Nadi tersenyum tipis, mengingat bagaimana ekspresi Ibu yang begitu antusias ketika menjelaskan pulau fatamorgana itu padanya. "Bahkan Ibu sendiri tidak tahu bahwa Suralaya tidak benar-benar ada," gumamnya.

Siang tadi, ketika teman-temannya sibuk berkemas sebelum menyabrang ke Gili Kedis, Nadi duduk di samping Pak Ruslan. Ia bertanya, tentang apa yang tengah memenuhi kepalanya.

"Pak, Suralaya ada di mana?"

Alih-alih menjawab, Pak Ruslan terkekeh geli. "Di tahun ini, Mas Nadi masih mempercayai eksistensi Suralaya?"

"Memangnya kenapa, Pak? Masih percaya? Maksudnya, Suralaya tidak benar-benar ada?"

Pak Ruslan mengangguk. "Tahu bagaimana asal-usulnya?"

Nadi menggeleng. Benar juga. Ia tidak pernah meriset keberadaan pulau ini. Ia hanya mempercayai ucapan Ibu, bahwa ada satu tempat yang dinamakan Suralaya di Lombok ini.

"Suralaya itu berasal dari kata sutra dan layar," ujar Pak Ruslan. "Tempat itu sudah termasuk legenda turun-menurun yang menjadi fatamorgana eksotis bagi mereka yang tidak mengetahui kebenarannya."

Pak Ruslan menjeda ceritanya. Tangan kanannya merogoh sekotak rokok berbungkus oranye dengan korek gas berwarna biru. "Saya merokok. Keberatan?"

"Enggak, Pak. Silahkan dinikmati." Nadi tidak terlalu mempermasalahkan keberadaan asap-asap yang akan dikeluarkan Pak Ruslan. Menjadi perokok pasif sebentar tak apa, asal ia tahu asal-usul pulau fatamorgana yang begitu eksotis di mata Ibu.

Setelah memantik api di ujung rokoknya, Pak Ruslan memulai ceritanya.

"Kabarnya, anak raja dari kerajaan seberang diasingkan karena kutukan. Matanya buta sebelah, yang kemudian dipercaya sebagai makhluk simbol akhir zaman. Gadis malang itu dalam pelarian. Nyaris semua Gili pernah ia tinggali. Tidak ada yang dapat ia kerjakan kecuali memintal sutra. Itulah mengapa, orang-orang menyebutnya Upik Sutra.

Nadi | Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang