━❍────────
↻ ⊲ Ⅱ ⊳ ↺1 Januari 2017.
Langit sore menjadi sebuah destinasi tersendiri bagi Naraya. Hari ini menjadi hari pertama ia menginjakkan kaki di Kota Atlas yang tak kalah bising dari Jakarta. Tapi setidaknya, langit sore hari ini mengeluarkan corak tercantik miliknya, seolah-olah memberi ucapan selamat datang dengan kesan yang baik pada dirinya.
"Naraya." Sebuah tangan mendarat pelan di pundaknya. "Mungkin berat buat kamu tinggalin Jakarta. Tapi keputusanmu membahagiakan Bunda, Nak."
Sosok itu. Perempuan yang tak muda lagi, namun selalu mencintai Naraya tanpa tapi dan tak kenal henti. Siapa lagi kalau bukan Bunda tercinta?
"Iya, Bunda." Meski tak yakin dengan keputusannya untuk meninggalkan kota kelahiran, namun Naraya berusaha menyadarkan diri, bahwa membahagiakan Bunda adalah tujuan hidupnya.
"Ya sudah, sekarang masuk. Mau magrib. Pasti yang lain udah siap-siap salat." Tangan Bunda melingkar pada bahu Naraya, meski tujuan utamanya untuk membawa Naraya masuk ke dalam rumah, namun selebihnya Bunda tengah melakukan tugas seorang ibu yang menyalurkan kasih sayang untuk putri sulungnya.
.
.Kota Atlas tak seburuk perkiraannya. Genap satu minggu Naraya berada di kota ini, tak ada hal buruk seperti dugaan-dugaannya kemarin. Ia sudah mendapat teman─atau bahkan mungkin sahabat?
Untuk pertama kalinya, mungkin ia harus berterimakasih pada Jea. Sepupu sekaligus sahabatnya itulah yang memperkenalkan ia dengan Shea dan Kiran. Tiga manusia itu membuat Naraya percaya, bahwa untuk saat ini tak ada yang perlu dikhawatirkan.
"Ra! Anterin gue pipis, yuk!" Naraya paling benci dengan acara keluar kelas saat pelajaran. Sangat mengganggu efektivitas pembelajaran. Namun karena Jea yang mengajak, Naraya mau-mau saja. Hitung-hitung ini sebuah bentuk ucapan terima kasih untuk Jea yang baru saja ia pikirkan.
Sembari menunggu Jea, Naraya berjalan di sekitar kamar mandi. Sekolah barunya ini termasuk sekolah yang luas dan asri. SMA Megantara, SMA dengan segudang cerita cinta, begitulah Jea menyebutnya. Tapi mana mungkin Naraya mempercayai kata-kata Jea?
Fokus Naraya beralih pada dua laki-laki yang tengah berdiri di depan mading sebelah timur. Jaraknya tak jauh dari tempat Naraya berdiri. Bahkan Naraya bisa menangkap senyuman keduanya. Mungkin pemandangan itu terlihat biasa saja. Namun entah mengapa Naraya tidak bisa mengalihkan netranya dari senyuman milik salah satu dari keduanya.
"Senyumnya ...," bisik Naraya pelan.
"Ih, Ra! Gue cariin juga. Ayo balik." Jea meraih lengannya. Sedangkan mata Naraya masih terpaku di titik yang sama meski senyum sudah tak lagi menjadi objeknya.
Hingga akhirnya, sosok itu sadar akan tatapan Naraya. Mata mereka bertemu. Sebelum Jea membawanya pergi lebih jauh, Naraya berani bersumpah, ia melihat sosok itu tersenyum. Padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nadi | Na Jaemin
Fanfiction"Di kehidupan berikutnya, aku ingin menjadi matahari." "Kenapa harus matahari? Kamu tahu, Na, matahari adalah satu-satunya hal yang akan selalu menjadi penyendiri," kata Naraya. Kini matanya mulai beralih pada langit, dan menerjang silaunya sinar Sa...