21. Daya Pikat Nusa Tenggara Barat

628 172 12
                                    

Halo, semuaaaaa!
Maaf ya telat update (lagi).
Makin banyak kegiatan dari hari ke hari.
Tapi aku berusaha menuntaskan cerita yang 'belum' jelas ini dengan sepenuh hati~

Jangan lelah menunggu Nadi!
Selamat membaca~

With love,
Dyylaksara.
━❍────────
↻ ⊲ Ⅱ ⊳ ↺

"Inget kata Bunda, jaga kepercayaan Bunda, dan jangan sampai kamu mengecewakannya. Bunda mengizinkan kamu pergi bukan berarti Bunda mengizinkan kamu untuk melakukan hal di luar batas." Entah sudah berapa kali Bunda mewanti-wanti Naraya di depan pintu masuk bandara Ahmad Yani.

Sinar lazuardi sudah mulai menyombongkan keberadaannya. Pukul 8 pagi. Masih ada waktu satu jam sebelum pesawat take off. Naraya datang bersama Bunda. Tanpa Papa—karena Papa memiliki jadwal operasi, juga tanpa si kembar, karena keduanya masih terlelap di rumah.

"Iya, Bundaaaa. Kata-kata Bunda udah Naraya hafal di luar kepala."

Bunda terkekeh. Naraya bisa membaca, ada gurat enggan melepaskan di wajah Bunda. Bisa dimaklumi, Naraya ini anak gadis satu-satunya yang ia miliki. Segala rasa takut pasti disimpan rapi oleh wanita itu. "Bunda jangan khawatir, pasti Naraya baik-baik saja. Naraya kan ke Lombok mau liburan, masa Bunda sendu begini," goda sang anak.

"Enak aja! Bunda tuh cuma takut kamu nyasar aja di sana," bohongnya.

Percakapan anak dan ibu itu terus berlanjut. Membicarakan hal yang sama, perihal ibu yang khawatir akan kehidupan anaknya selama satu minggu lagi. Ada saja yang ditanyakan Bunda mengenai barang-barang Naraya. Yang ini sudah masuk tas belum, yang itu sudah membawa cukup banyak atau belum, tiket pesawat sudah terbawa atau belum, dan masih banyak lagi.

"Selamat pagi, Tante."

Bunda menoleh ke arah panggilan. "Nadi?"

"Sehat, Tante?"

"Alhamdulillah. Kamu kelihatan ganteng terus, ya," goda Bunda, membuat laki-laki itu terkekeh. "Ngomong-ngomong, kan udah dibilangin dari ketemu kemarin. Panggil Bunda aja, jangan Tante. Saya bukan tante-tante," tambahnya.

"Hehehe ... Iya, Bunda."

"Bunda titip Naraya ya, Nad. Tapi bukan berarti kamu bebas ngapain aja sama Naraya."

"Ngapain aja gimana maksudnya, Bunda?" tanya Naraya dan Nadi bersamaan. Keduanya terkejut, saling melempar pandang.

"Ah, ya gitulah!" Bunda kelimpungan sendiri.

Nadi tertawa. "Nggak akan, Bunda. Nadi di sini cuma buat jagain Naraya, jadi nggak mungkin Nadi melakukan hal yang sifatnya merugikan dia. Bunda percaya sama Nadi?"

Bunda tersenyum. "Okay, have fun ya, kalian semua. Sampaikan juga pada teman-teman yang lain, terima kasih sudah menjadi teman baik anak Bunda."

.
.

"Buset, delaynya ga main-main," keluh Lian.

Pesawat yang mereka tumpangi dari bandara Ahmad Yani berhasil mendarat di bandara Zainuddin Abdul Madjid pada pukul 12:40 siang. Karena adanya delay, perjalanan mereka tertunda 40 menit dari yang diperkirakan.

"Guys, sorry sebelumnya. Gue lupa ngabarin bapak yang ngurusin villa, jadi si bapak baru tau hari ini kalau kita sampe hari ini. Kebetulan, jam ini beliau ada janji buat nganterin wisatawan ke Gili Kedis, jadi nggak bisa jemput kita di bandara," jelas Leo pada teman-temannya. Mendengar penjelasan barusan, semua tampak berpikir.

Nadi | Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang