29. Akrobat Hukum Alam

639 144 29
                                    

Kita bertemu lagi,
bersama deburan ihwal di atas bumi.

Kota Atlas, April.

.
.

Jangan lupa menekan bintang kecil di bawah sana.

━❍────────
↻ ⊲ Ⅱ ⊳ ↺

Ketika Marka dan Taufan sibuk mendayung agar perahu yang mereka tumpangi berpindah tempat. Naraya, Jea, Haikal, dan Lian memilh untuk menghabiskan sore hari di ruang tamu villa Leo.

Tanpa Jea tentunya. Perempuan dengan hati yang patah itu tengah tertidur. Selain lelah menghadapi masalah hati, ia juga bosan melihat layar ponsel yang menampilkan sosial media berwarna gradasi kuning, ungu, biru. Belum lagi ketika membuat lingkar kecil di layar atas dengan nama jjjaehyun (yang tak lain dan tak bukan adalah milik Juan), layar ponsel Jea berubah menampilkan wajah Leo Jeno yang memerah karena pengaruh alkohol.

Ini menyebalkan.

Ia menangis seharian.

Dan laki-laki yang menjadi sebab atas tangisnya justru bersenang-senang dengan minuman keras. Ia merasa ini tidak adil. Kenapa hanya dia yang hancur? Hingga kemudian Jea ingat, bahwa hanya dirinya saja yang berjuang. Hanya dirinya saja yang melangkah, sampai ia lupa, bahwa Leo masih tertinggal jauh di sana. Bukan karena Leo tak mampu, tapi karena Leo tak mau beriringan dengannya. Laki-laki itu memilih jalan di tempat. Membiarkan Jea berjalan jauh sendirian. Sekarang keputusan itu ada di tangan Jea, berbalik arah untuk menjemput Leo, atau justru melanjutkan perjalanan tanpa memikirkan Leo?

Dan ia sudah bertekad. Ia akan memilih opsi kedua.

Tapi ia tak yakin ia mampu.

Maka tidur adalah pelarian yang paling mungkin ia lakukan. Ia ingin tidur, bahkan ia ingin tak bangun. Tapi di sisi lain ia juga tak rela hidupnya berakhir demi orang yang tak mencintainya.

Dibanding Jea yang berhasil melarikan diri sementara lewat mimpi, Naraya duduk di sofa yang paling dekat dengan pintu utama villa. Ia berbalik, menghadap ke jendela yang terangkat separuh sehingga sepoi angin bebas memainkan anak rambutnya.

Sore kali ini tanpa Nadi. Ia sudah menghabiskan beberapa hari ini dengan Nadi, aneh rasanya jika angin sore ini dinikmati tanpa eksistensi laki-laki itu.

Nadi sedang apa, ya?
Kenapa pesanku tidak dibalas daritadi?
Sesibuk itukah?

Kepalanya sangat ramai mempertanyakan eksistensi laki-laki yang ia cintai. Meski ada teman-temannya di sini, selalu saja ada yang kurang jika senyum Nadi tak menemani.

"Kalian tadi makan siang sama apa?" tanya Naraya.

Shea mendongak. Mengalihkan pandangan yang awalnya di ponsel, menjadi ke arah Naraya. "Nasi sukaraja. Kenapa? Lo belum makan?"

Naraya menggeleng. "Enggak kok. Gue udah."

Sudah, hanya itu cara ia mengetahui apa yang sudah dimakan Nadi siang ini. Meski sederhana, tapi ia lega, setidaknya laki-laki itu sudah makan siang. Biasanya ia harus pura-pura marah dulu agar Nadi mengambil piring dan menyendok nasi.

"Mark ke mana?" Haikal baru sadar Mark tidak ada di sini.

"Keluar tadi, sama Mas Taufan," jawab Lian.

Haikal mengerutkan keningnya.

"Aneh kan? Mereka hari ini deket banget!" jelas Shea. "Lucu juga gue lihatnya."

Nadi | Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang